Scroll untuk baca artikel
Blog

Enam Masalah Ekonomi Politik dan Tiga Tantangan Hukum di Indonesia

Redaksi
×

Enam Masalah Ekonomi Politik dan Tiga Tantangan Hukum di Indonesia

Sebarkan artikel ini

Tantangan Bidang Hukum

Sementara, menurut Prof. Dr. H. Bagir Manan ada kelemahan dan kualitas sarjana Indonesia yang rendah

Salah satu kelemahan sarjana kita adalah ilmu yang didapat tidak menjadi sikap batiniah dari para cendekiawan kita. Itu menurut Bung Sjahrir. Ilmu tidak menjadi hati nurani kita. Sementara Bung Hatta mengatakan, cendekiawan adalah orang yang bertanggung jawab kepada orang lain atau kepada publik,” terangnya Jumat (13/1/2023).

Menurut Bagir Manan, demokrasi harus berjalan baik agar menjadi kekuatan balancing atau penyeimbang dalam masyarakat. Ada balance of power dalam masyarakat Karena itu akan membentuk dinamika check and richek dan sebagainya.

“Forum-forum intelektual diharapkan akan membangun kekuatan check and balance dalam masyarakat kita. Berbagai kelemahan dan kemunduran yang terjadi saat ini tidak lain akibat dari melemahnya check and balance dalam sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan di masyarakat kita,” imbuhnya.

Lalu Bagir Manan membeberkan persoalan tantangan di bidang hukum yang saat ini dihadapi Indonesia.

Pertama, Cita-cita berbangsa dan bernegara. Esensi dari cita-cita berbangsa dan bernegara sebagaimana disebutkan dalam pembukaan UUD1945 adalah mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Secara kontitusional ada beberapa landasan yakni landasan filosofis seperti dalam Pembukaan UUD1945. Kedua, landasan negara hukum. Negara Hukum sosial dan segi hak asasi manusia. Tidak hanya bicara individual right tapi juga harus melihat social right.

Juga aspek demokrasi ekonomi yang ikut dipikirkan oleh para founding father. Berbicara demokrasi ekonomi harus menuju pada bagaimana investasi itu juga dapat menciptakan lapangan kerja. Semua sistem hukum, politik, ekonomi harus bermuara pada bagaimana mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia.

Kedua,Penegakan Hukum. Hal yang memprihatinkan baru saja terjadi ketika terdakwa kasus Asabri Rp 22 triliun tidak dikenakan tindakan pidana penahanan fisik dan hanya disuruh mengganti saja sekitar Rp5 triliun.

Padahal ketika dia dikenakan pasal pidana korupsi maka terbukti dia melakukan perbuatan melanggar hukum. Kenapa bisa hakim tidak menjatuhkan hukuman badan kepada terdakwa dan malah nihil pidana badan? Hal itu adalah anomali dan keganjilan dalam penegakan hukum kita.

Ketiga, Dalam memandang kasus korupsi, kita tidak bisa hanya sekadar melihat dari aspek perspektif hukum saja, tetapi juga harus dilihat dari perspektif politik, perspektif sosial dan perspektif ekonomi.