Menurut Rektor Paramadina ini masalahnya, saat ini terjadi politik Asimetris yang ditandai dengan demokrasi semakin mundur dengan indeks yang terus mengkhawatirkan. Asimetris dimana penguasa, politisi menentukan segala keputusan atas sumberdaya ekonomi dan politik untuk kepentingan terbatas.
“Akses rakyat terhadap sumberdaya kecil. Para akademisi meneliti kondisi tersebut dan menyimpulkan bahwa rezim yang dibangun dengan demokratis saat ini justru yang merusak demokrasi itu sendiri. Politik asimetris terjadi dengan gerak oligarki yang menjadi pemutus semua persoalan dengan tanpa adanya kritik dan kontrol oleh parlemen yang menjadi parlemen paling lemah,” sambungnya.
Survei-survei politik memperlihatkan ketakutan rakyat terhadap regim, aparat. Survei tesebut menunjukkan bahwa telah terjadi situasi ketakutan publik untuk bicara politik. 60% responden menyatakan takut bicara politik.
“Mereka merasa takut kepada aparat yang kejam dan semena-mena. Publik juga takut untuk ikut dalam organisasi dan menjadi takut juga dalam menjalankan ibadah agamanya. Sayangnya, terjadi pembiaran terhadap langkah semena-mena tersebut oleh ororitas politik dan kekuasaan,” jelas Didik.
Sehingga menurut Didik implikasi kepada ekonomi politik menjadi amat berat. Iklim politik luarbiasa merusak demokrasi. Check and balance tidak terjadi dan transisi politik menjadi amat tidak mudah.
“Selain mahal di ongkos politik dan ongkos perkelahian dalam peralihan kepemimpinan yang penuh risiko-risiko politik dan sosial. Namun situasi rusak tersebut justru diambil keuntungan oleh intelektual rongsokan yang menjadi penyokong kekuasaan. Oposisi nihil dan tidak berjalannya fungsi kontrol parlemen,” terangnya. [Luk]
Video selengkapnya:




