Scroll untuk baca artikel
Blog

Fitri Khoerunnisa Menjadi Ahli Kimia Karena Terpacu Gurunya di SMA

Redaksi
×

Fitri Khoerunnisa Menjadi Ahli Kimia Karena Terpacu Gurunya di SMA

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Orang yang cenderung bekerja dengan menggunakan otak kanannya biasanya lebih kreatif, emosional, serta intuitif. Mereka juga tergolong pemikir yang imajinatif dan inovatif serta tertarik untuk mengekspresikan dirinya secara bebas untuk membantu orang lain.

Meski begitu, orang dengan otak kanan cenderung tidak menyukai pekerjaan yang berhubungan dengan angka. Mereka menyukai pola dan pengelompokkan berdasarkan atribut yang sama.

Adapun karakteristik otak kanan lainnya ialah dipandu oleh emosi, memiliki tingkat kecerdasan emosi dan empati yang tinggi, menyukai melihat gambaran besar, serta lebih suka dengan komunikasi visual.

Salah satu orang yang lebih menggunakan otak kanannya adalah ilmuwan kimia tanah air bernama Fitri Khoerunnisa, Ph.D. Namanya masuk jajaran ilmuwan dunia berdasarkan data AD Scientific Index 2022.

Dalam penuturannya kepada Barisanco, Fitri mengatakan awal mula ia tertarik dengan ilmu kimia saat dia masih duduk di bangku SMA. Kala itu, Fitri begitu impresif dengan guru yang mengampu mata pelajaran ini, sampai-sampai dia menjuluki gurunya tersebut “Ibu Rutherford”. Rutherford adalah salah satu ilmuwan kimia yang amat penting dalam perkembangan model atom.

Fitri termasuk yang percaya bahwa guru berperan dalam masa depan anak bangsa. Sama halnya yang dialami oleh Fitri yang mulai tertarik dengan Kimia sejak itu.

Fitri mengaku bahwa saat SMA, dia hanya bisa mencapai ranking ketiga. Namun begitu, Fitri menyebut apabila minat seseorang terus diasah dan ditekuni, bukan tidak mungkin kesuksesan bisa diraih.

“Di Indonesia mungkin banyak orang jenius, saya bukan di klasifikasi itu, saya orang yang punya keyakinan minat saya sudah di sana. Kedua, saya bukan dari orang yang terlahir dengan segala kemudahan,” kata dosen di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Fitri saat ditemui di kantornya, Minggu (2/1/2022). (BARISANCO/Anatasia)

Fitri adalah anak kesembilan dari sepuluh bersaudara. Bapaknya bekerja dan ibunya mengurusi rumah tangga. Dia ingat betul nasihat kedua orangtuanya, yakni: hanya pendidikan yang mampu mengubah masa depan.

Pada awalnya, dia tak ingin bercita-cita muluk-muluk. Lulus kuliah kemudian menjadi guru karena begitu terinspirasinya Fitri dengan gurunya itu, Ibu Rutherford. Selain itu, banyak anggapan belajar Kimia akan terekspose bahan berbahaya. Setelah diselami, ternyata Fitri menemukan ilmu Kimia menjadi wahana belajar yang menarik.

“Matematika hanya punya rumus dan maknanya kita tidak tahu. Sedangkan kimia punya persamaan reaksi dan kita bisa menangkap fenomenanya. X ditambah Y akan menjadi gas. X tambah Y akan menjadi warna, dan seterusnya. Jadi, fenomena itu menjelaskan banyak hal,” lanjut Fitri.

Fitri juga mengaku dia tipe kepo-an yang tidak mudah percaya. Sehingga kimia menjadi subject content yang dapat memenuhi hasrat keingintahuannya.

Dalam pelajaran IPA, Fitri justru cenderung tidak menyukai Biologi karena ada hafalan di dalamnya. Memang, di Kimia ada juga bagian hafalan. Itu yang membuatnya lebih memilih Kimia material agar lebih bisa menjelaskan dan banyak peluang untuk modifikasi.

“Kemudian di karakterisasi hingga ketemu fungsinya dan selanjutnya. Kalau selebihnya, kenapa Kimia? Saya juga tidak tahu, tapi Tuhan mungkin lebih tahu. Kalau yang saya rasakan sendiri itu sangat termotivasi oleh guru saya. Dari guru Rutherford itu. Semoga Allah memuliakannya,” tuturnya. [dmr]