Scroll untuk baca artikel
Blog

Kompetensi A la Rocky Gerung & Awalil Rizky

Redaksi
×

Kompetensi A la Rocky Gerung & Awalil Rizky

Sebarkan artikel ini

KOMPETENSI, baik dalam bentuk penguasaan ilmu pengetahuan maupun keterampilan, menjadi salah satu kata kunci dalam interaksi global dewasa ini. Posisi dan ‘pengakuan’ atas seseorang banyak ditentukan oleh kompetensi yang dimilikinya.

Dulu, dan untuk sebagian hari ini, kompetensi masih harus diikuti institusi yang menaungi dalam bentuk ijazah. Orang melamar pekerjaan harus menyaratkan ijazah. Orang bicara atau berpendapat akan didengar atau mendapat pengakuan ketika seseorang menyertakan gelar di belakangnya.

Otoritas ilmu dan keterampilan berbanding lurus dengan gelar ijazah yang dimilikinya. Tanpa gelar/ijazah, apapun yang dikatakan seseorang cenderung tidak akan diperhitungan atau dianggap.

Itu dulu. Sekarang, dan arus baru yang akan deras mengalir, gelar dan latar belakang pendidikan akan kian ditinggalkan. Kompetensi tetap jadi ukuran, tapi dari mana kompetensi diperoleh itu terserah dari manapun diperoleh.

Sejumlah perusahaan besar dunia semacam Google, IBM, Apple, Hilton, PWC, Intel Media, Ernest and Young dll, melakukan rekrutmen karyawan tanpa memperhitungkan latar belakang pendidikan. Gejala macam ini akan cenderung meluas dan menjadi tren. Bukan hanya perusahaan yang akan mengejar kompetensi, tapi para pengguna, entah itu perusahaan, pemerintahan atau masyarakat.

Mereka akan tetap menagih kompetensi, tetapi dari mana kompetensi itu diperoleh adalah ‘pasar bebas’.

Pangkal soalnya bukan latar pendidikan atau bukan, melainkan apakah institusi, apapun itu, mampu mengantarkan pada kompetensi yang dibutuhkan pengguna. Jika lembaga pendidikan gagal mengantarkan lulusannya pada kompetensi yang dibutuhkan, cepat atau lambat akan ditinggalkan.

Di situ lembaga pendidikan akan menghadapi ujian berat. Sebaliknya, siapapun yang berhasil merebut kompetensi dengan memanfaatkan berbagai sarana entah manual maupun digital, merekalah yang akan memenangkan kompetisi.

Ada fenomena menarik tentang hal ini. Adalah Rocky Gerung salah satu sosok yang menyita perhatian publik tanah air belakangan ini melalui kritik-kritik tajamnya dan pikiran-pikirannya yang begitu luas dan dalam. Mula kehadirannya banyak pihak nyinyir dan mempertanyakan otoritas pemikirannya lantaran Rocky tak memiliki gelar akademik yang memadai.

Namun berlalunya waktu, orang menilai jebolan UI ini dari kualitas pemikirannya yang dipandang sangat kompeten. Rocky Gerung tak hanya bicara di berbagai forum, tapi juga membuat banyak tulisan yang memiliki otoritas ilmiah tak diragukan. Pemikiran Rocky cukup didengar dan dinanti publik meski secara formal ia tak memiliki atribut formal akademik.

Belakangan ada cendekiawan muda yang sangat produktif membuat tulisan ilmiah. Namanya Awalil Rizky. Pria yang tak lulus kuliah ini amat rajin menulis pemikiran ekonomi melalui buku atau serpihan tulisan melalui media sosial yang sangat berbobot.

Publik bisa ‘menikmati’ tulisan Awalil ini tak hanya mingguan atau bulanan, tapi bahkan harian. Karya tulisannya mendapat pengakuan dari kalangan perguruan tinggi. Pun kuliah ekonomi yang diselenggarakan Awalil telah berlangsung ratusan kali bahkan diikuti kalangan akademikus. Kabar menarik lagi dari pria asal Jogja ini, ia masuk dalam 100 ekonom Indonesia.

Baik Rocky maupun Awalil adalah prototipe manusia ‘zaman baru’ yang memiliki kompetensi tanpa embel-embel gelar dari sebuah institusi pendidikan. Mereka eksis dengan kompetensi yang diperolehnya melalui semangat belajar mandiri (otodidak). Sebuah kompetensi yang bisa diraih siapapun. [dmr]