KONSEP Anies Rasyid Baswedan dalam membangun Jakarta dengan tiga tahap mulai dari Gagasan, Narasi dan Aksi sukses diimplementasikan. Bila di Jakarta sukses, tentu secara nasional pun sangat kompatibel.
Namun untuk melaksanakan tahapan itu, selain membutuhkan seorang pemimpin yang cakap, andal dan berkarakter juga dibutuhkan kerja kolaboratif (superteam).
Konsep Anies ini lebih maju dari kredo Jokowi yang sebatas: Kerja, Kerja, Kerja. Namun Anies sudah melangkah kepada nilai tambah yang dikenal dengan tagline: Karya, Karya, Karya.
Karena itu ketika berbicara dalam temu relawan Go-Anies di Hotel Bidakara belum lama ini, Anies menabalkan lagi konsepnya bahwa kita harus melupakan Peta 2019 dan harus membuat Peta 2024.
Pesan Anies ini sangat dalam dan penuh makna. Mungkin ada yang beranggapan pernyataan ini sebagai wujud Anies itu antitesa dari Jokowi. Sah-sah saja bila ada yang beranggapan begitu.
Namun, kalau dicermati Anies itu tidak hanya sebatas antitesa tetapi juga sebagai sintesa. Anies adalah solusi dari sejumlah permasalahan. Anies sukses menunaikan semua janji politiknya saat kampanye. Soal, ada kelompok, pentolan atau anasir lain yang tidak mengakui prestasi Anies itu soal lain.
Kepada relawan juga Anies berpesan untuk mengedepankan akhlak dan fakta. Dua kata itu maknanya sangat tinggi. Artinya kalau seseorang atau kelompok itu menamakan relawan Anies maka sikap, tindakan dan ucapan harus terjaga.
Relawan Anies sudah pasti tidak memproduksi ujaran kebencian, fitnah dan hoaks. Padahal selama ini Anies kerap menjadi sasaran buzzer. Namun, itu bukan alasan untuk membalasnya.
Anies yakin kebaikan, narasi baik dan santun, serta fakta masih memiliki tempat dan dibutuhkan masyarakat. Akhlak dan fakta adalah penawar untuk toksin yang selama ini disebar dan dipabrikasi buzzer.
Dalam sebuah video, Anies pernah mengatakan relawan itu ada yang dikenal tetapi lebih banyak yang tidak dikenal. Namun, janganlah merasa kecil hati karena justru mereka yang kerja dalam sepi pada dasarnya berjuang untuk mengubah negara dan bangsa ke arah yang lebih baik. Mereka yang tidak dikenal ini ikut berjuang untuk Indonesia yang lebih baik.
Dua pekan Jakarta ditinggalkan Anies, masyarakat dan media kini sudah bisa menilai. Jakarta berubah sekejap, tapi sayangnya trennya bukan ke arah yang lebih baik.
Sekali lagi, Jakarta dan Indonesia memang harus dibangun oleh pemimpin yang memiliki gagasan, narasi dan aksi. Tidak bisa hanya bermodalkan sensasi.