BARISAN.CO – Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Cilegon menggalang massa untuk melakukan penolakan pendirian gereja HKBP Maranatha di Cikuasa, Gerem, Kota Cilegon, Jawa Barat. Pada hari Rabu (7/9/2022) Wali Kota Cilegon Helldy Agustian dan Wakil Wali Kota Sanuji Pentamarta ikut menandatangani penolakan rencana pendirian Gereja, di depan massa yang mengatasnamakan Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon.
Penolakan pendirian Gereja yang ditandatangani Ketua MUI Cilegon, Zubaedi Ahyani melalui surat MUI No. B.61/XVI-06/U/IX/2022 yang diperuntukan untuk Ormas di Cilegon. Tentu hal ini memicu polemik dan protes terhadap rencana MUI Cilegon.
Menanggapi hal tersebut, Ketua MUI Cilegon, Zubaedi Ahyani mengumpulkan beberapa ormas Islam sebagai upaya untuk meredam gejolak.
Menurut Zubaedi Ahyani kami ini menampung aspirasi dari masyarakat, sehingga kami melayangkan undangan kepada ormas-ormas di Cilegon.
“Jadi tidak ada keinginan lain, sekadar menampung aspirasi masyarakat, Jelas Zubaedi, Kamis (8/9/2022).
Penolakan pendirian gereja HKBP Maranatha mendapatkan respons dari Jaringan Gusdurian untuk mestop praktik diskriminasi dan berikan hak warga untuk membangun rumah ibadah.
Direktur Jaringan Gusdurian Indonesia, Alissa Wahid menyampaikan aksi para pejabat publik tersebut telah nyata-nyata menciderai dan mengkhianati konstitusi Republik Indonesia.
“Tindakan ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang praktik diskriminatif Pemerintah Kota Cilegon yang tercatat telah menolak 4 kali pengajuan izin Gereja HKBP Maranatha sejak tahun 2006 dan 5 kali menolak pengajuan izin Gereja Baptis Indonesia Cilegon sejak tahun 1995 (YLBHI, 2022),” terang Alissa, Sabtu (10/9/2022).
Menurut Alissa, perlakuan pemerintah tersebut jelas bertentangan dengan prinsip pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Sebagaimana bunyi Pasal 29 Ayat (2) UUD NKRI yang secara tegas menyatakan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Oleh karena itu Jaringan Gusdurian Indonesia menyatakan sikap, pertama, mengecam keras tindakan diskriminatif dan intoleran yang dilakukan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon dan meminta keduanya untuk segera meminta maaf atas tindakannya tersebut, serta mengakhiri praktik diskriminasi terhadap warga dan memberikan perlindungan kepada semua agama sebagaimana diamanatkan undang-undang.
Kedua, dengan tegas menagih komitmen pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menjamin kebebasan warga negara untuk beribadah. Pemerintahan Joko Widodo harus tetap tegas dalam menegakkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sepenuhnya menjamin kemerdekaan beragama.
“Terakhir, kami mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menjaga dan merawat kebinekaan dengan menghormati kebebasan beragama dan berkeyakinan semua warga Negara,” jelas Alissa