Scroll untuk baca artikel
Khazanah

Hakikat Puasa Menurut Sufi dan Tingkatannya

Redaksi
×

Hakikat Puasa Menurut Sufi dan Tingkatannya

Sebarkan artikel ini

Hakikat puasa menurut sufi sebagaimana tingkatan puasa khusus dari khusus yakni puasa hati dari segala cita-cita yang hina dan segala pikiran duniawi serta mencegahnya daripada selain Allah Swt

BARISAN.CO – Ramadhan adalah bulan di wajibkannya orang-orang yang beriman menjalankan puasa selama satu bulan penuh. Namun apakah menyambutnya dengan penuh kegembiraan akan hadirnya bulan yang penuh dengan keberkahan?

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang lemah, pada bulan ramadhan acapkali harga kebutuhan pokok meningkat. Tingkat komsumsi semakin tinggi dan bahkan stabilitas barang lainnya juga mengalami kenaikan.

Apa lagi era saat ini manusia acapkali bersaing merebutkan dunia yakni ingin mendapatkan kebahagiaan dunia. Ataukah kegembiraan ini hanya semu belaka? Bagi mereka yang benar-benar beriman hakikat kegembiraan ini ketika ia mampu menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah Swt.

Lantas bagaimana hakikat puasa menurut sufi? Sebelumnya Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin membagi puasa kedalam tiga tingkatan.

اعلم ان الصوم ثلاث درجات, صوم العوم, وصوم الحصوص, وصوم حصوص الحصوص

“Ketahuilah ada tiga tingkatan puasa yaitu puasa umum, puasa khusus, puasa khusus dari khusus.”

Pertama, Puasa umum yaitu mencegah perut dan kemaluan dari pada memenuhi keinginannya. Puasa ini hanya sekadar menahan hal-hal yang membatalkan, dalam bentuk kebutuhan perut dan kelamin, tanpa memandang lagi kepada hal-hal yang diharamkan dalam bentuk perkataan dan perbuatan.

Kedua, Puasa khusus yakni pencegahan pancaindra yakni mencegah pandangan, lidah, tangan, penglihatan, kaki dan anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa. Tingkat puasa ini, selain mencegah keinginan perut dari nafsu kelamin, juga menahan keinginan dari anggota-anggota badan seluruhnya.

Ketiga, Puasa khusus dari khusus yakni puasa hati dari segala cita-cita yang hina dan segala pikiran duniawi serta mencegahnya daripada selain Allah Swt secara keseluruhan. Puasa khusus dan yang khusus menurut beliau adalah puasanya para Nabi, orang-orang sholeh dan yang dekat dengan sang maha pencipta.

Puasa Ramadhan Perspektif Taswuf: Hakikat Puasa Menurut Sufi

Ramadhan adalah bulan dimana diwajibkan kepada orang-orang yang beriman menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Sebagaimana pandangan Imam Al-Ghazali di atas, sesungguhnya hakikat puasa menurut sufi bukan sekadar menjalankan puasa pada tingkatan pertama maupun kedua.

Sesungguhnya puasa ramadhan dalam prespektif tasawuf, bagaimana ramadhan menjadi tarekat untuk menuju tingkatan puasa khusus dari khusus yakni puasanya kaum sufi. Puasa adalah tarekat untuk senantiasa menahan diri dari nafsu duniawi, laku untuk benar-benar ibadah kepada Allah Swt.

“Puasa ramadhan adalah tarekat dimensi pikiran dan hati. Dengan kata lain, orang-orang yang berpuasa tidak memikirkan apapun kecuali Allah Swt.”

Godaan nafsu duniawi senantiasa bersemayam pada diri manusia, meski setan-setan dibelenggu. Namun sesungguhnya setiap bisikan setan selalu ada di sekitar manusia. Oleh karena seseorang hendaknya mampu mensikapi bisikan setan.

Allah Swt telah menganugerahi manusia hati, melalui hati inilah Allah Swt sesungguhnya mengirimkan perisai yang luar biasa. Melalui perisai inilah manusia untuk tetap berjaga-jaga, untuk tidak bergabung menuju jurang kehancuran dan kenistaan.

Sebab pada dasarnya manusia mudah menerima bisikan dan godaan dunia. Melalui perisai berupa hati inilah supaya manusia untuk selalu dapat mengendalikan potensi nafsu pikiran maupun nafsu duniawi.

Agar dapat menundukan nafsu duniawai seperti pikiran dan badan adalah dengan cara melemahkannya untuk mencapai jiwa yang tenang. Inilah hakikat dari puasa itu yakni mencapai ketenangan jiwa, obat dari segala obat ketentraman hati adalah lapar dan haus serta tarekat untuk mengontrol tubuh manusia dengan menjalankan puasa. Jadi puasa adalah untuk menghidupkan jiwa yang lemah, menuju kesempurnaan iman.