Scroll untuk baca artikel
Blog

Hari Sarung Nasional, Menelisik Perjuangan Santri dan Kiai

Redaksi
×

Hari Sarung Nasional, Menelisik Perjuangan Santri dan Kiai

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Setiap tanggal 3 Maret diperingati sebagai Hari Sarung Nasional yang ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada acara Sarung Fest di Gelora Bung Karno, Jakarta tahun 2019.

Kain bermotif ataupun tidak yang dijahit kedua ujungnya sehingga berbentuk tabung inilah yang disebut dengan sarung. Sedangkan sarungan merupakan orang yang memakai sarung yang telah menjadi kebiasaan masyarakat di Indonesia, terlebih lagi kaum santri.

Sejarah sarung ada di Indonesia diperkirakan sejak abad ke-14 yang dibawa pedagang India dan Arab. Perkembangan sarung mulai menyebar di Asia Tenggara karena proses jalur perdagangan orang-orang timur tengah. Sedangkan sebutan sarung yakni Futah merupakan salah satu jenis sarung yang terkenal di Yaman.

Selain acapkali dipakai santri dan kiai serta acara-acara keagamaan, saat ini sarung menjadi ikonik karena dipakai juga sebagai simbol politik. Branding politik untuk menyebut atau representasi kelompok tertentu.

Presiden Jokowi saat menetapkan Hari Sarung Nasional berkeinginan setiap hari tertentu dalam satu bulan memakai sarung bersama-sama. Pemakaian sarung bisa seminggu sekali, dua minggu sekali, bisa sebulan sekali.

“Kita lihat nanti. Nanti lama-lama setiap hari pakai sarung,” terang Jokowi saat meninjau Festival Sarung Indonesia Tahun 2019 di Plaza Tenggara Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (3/3/2019).

Menurut Jokowi sarung merupakan kekayaan budaya yang harus tempatkan pada tempat yang paling baik sebagai penghargaan atas karya dan produksi setiap provinsi yang berbeda-beda corak, berbeda-beda motif, berbeda-beda warna, memiliki filosofi-filosofi yang tinggi.

Sarung enak dipakai, terlebih lagi bagi umat Islam biasa dikenakan waktu menjalankan shalat. Bahkan dulu, saat ada ronda di pos kamling adegan orang-orang memakai sarung sering diperlihatkan.

Bagi kalangan santri terutama Nahdliyin, sarung sudah menjadi kultur atau budaya. Bahkan sastrawan, Leak Sosiawan mengabadikan sarung pada karya puisinya yang berjudul “Orang-orang Sarungan.”

Leak Sosiawan membacakan puisi Orang-orang Sarungan dibeberapa kesempatan, seperti saat ia membacakan puisi tersebut dalam peringatan Satu Abad NU pada acara Pameran Foto dan Dokumen Komite Hijaz.

Orang-orang Sarungan merepresentasikan perjuangan orang-orang pesantren terlebih khusus Nahdlatul Ulama yakni para Kiai dan Santri berjuang melawan penjajah.

Inilah puisi Sosiawan Leak yang berjudul Orang-orang Sarungan yang dikutip dari NU Online, meneladani perjuangan kaum sarungan yakni Kiai dan Santri.