Scroll untuk baca artikel
Kesehatan

Hari Tanpa Tembakau: Gaul Tak Harus Merokok

Redaksi
×

Hari Tanpa Tembakau: Gaul Tak Harus Merokok

Sebarkan artikel ini

Perlu ada upaya bersama untuk melakukan pengendalian tembakau di kalangan pelajar dan remaja.

BARISAN.CO – Hari Tanpa Tembakau Sedunia diperingati setiap tanggal 31 Mei. Pada momen peringatan ini, harapannya dapat menarik banyak perhatian masyarakat untuk lebih sadar tentang kesehatan dan bahaya merokok.

Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan prevalensi perokok tertinggi di dunia. Mirisnya, masih tingginya jumlah perokok justru berasal dari kalangan remaja.

Bersasarkan Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) menunjukkan, jumlah perokok anak usia 10-18 tahun terus meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2019.

Padahal, pemerintah Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 menargetkan perokok anak harusnya turun menjadi 5,4 persen pada 2019.

Sepuluh tahun terakhir, Indonesia mengalami peningkatan jumlah perokok pemula sampai 240 persen. Sementara kini, prevalensi perokok anak telah mencapai angka 9,1 persen, sebuah angka yang seharusnya nihil dalam sebuah negara.

Pengendalian tembakau terutama di kalangan pelajar dan remaja perlu menjadi perhatian dari berbagai pihak dalam upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Hal ini dapat dipahami karena peningkatan kualitas hidup masyarakat sejalan dengan pembangunan kualitas bangsa secara keseluruhan.

Perhatian diberikan bukan hanya oleh pemerintah, namun juga pihak swasta terutama perusahaan yang berkaitan dengan produk tembakau sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan. Hampir seluruh komponen bangsa menyepakati bahwa harus ada upaya bersama untuk melakukan pengendalian tembakau di kalangan pelajar dan remaja.

Data-data mengenai kecenderungan pengetahuan dan perilaku pelajar dan remaja terkait dengan tembakau dari tahun ke tahun cukup mengkhawatirkan. Apalagi di Indonesia, dimana aturan dan penegakan pengaturan pengendalian tembakau belum terlalu efektif mengingat kompleksitas yang ada.

Banyak cara untuk mencegah remaja untuk tidak merokok, paling tidak orang tua juga tidak boleh lengah.

Kebiasaan merokok tidak hanya dipengaruhi oleh teman-­teman sekolahnya, namun lebih banyak dipengaruhi karena pergaulannya di lingkungan dimana mereka tinggal atau bergaul. Paling tidak pendidikan di mulai dari lingkungan keluarga.

Selain upaya dari orang tua dan guru di sekolah, rasanya masyarakat umum perlu juga menertbkan hal ini.

Apabila menemukan mereka yang masih dibawah umur, perlu menegurnya. Paling tidak warung, toko maupun supermarket mulai ketat menerapkan verifkasi usia bagi mereka yang membeli rokok.

Selanjutnya, yang paling menentukan adalah remaja itu sendiri. Kebanggaan menjadi perokok bukanlah sesuatu yang perlu dibanggakan. Gaya hidup tidak memberikan nilai tambah pada pribadi kita, justru gaya hidup yang salah menghancurkan reputasi diri kita sendiri.

Merokok bukan gaya hidup remaja, so… kenapa harus terpengaruh dengan gaya hidup mereka yang senang dengan merokok.

Selain cerdas, bangsa ini memerlukan generasi muda yang sehat jasmani dan rohani, bukan generasi pecandu yang dibelenggu kepuasan semu belaka. [rif]