BARISAN.CO – Asap membumbung keluar dari cerobong Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya. Asap pekat itu menandakan pembakaran batu bara sedang berlangsung. Udara terasa menyesakkan dan gerah meski waktu belum benar-benar siang, baru pukul 10.30 WIB, lebih-lebih sudah memasuki musim penghujan bulan Oktober 2020.
Hari itu tak jauh dari lokasi PLTU, beberapa warga dari Suralaya, Salira, dan Lebak Gede membentangkan berbagai spanduk. Mereka sedang melakukan aksi penolakan pembangunan PLTU baru. Lokasinya di bekas pantai Kelapa Tujuh yang sebelumnya jadi andalan sebagian warga Suralaya untuk mencari nafkah. Kini, pantai sudah kena reklamasi.
“Stop PLTU Jawa 9 dan 10.” “Masyarakat butuh nasi bukan polusi.” “Selamatkan PLN jangan perbanyak utang.” Begitu antara lain bunyi spanduk aksi. Mereka aksi di seberang Komplek PLTU.
PLTU Jawa 9 dan 10 berkapasitas 2×1.000 megawatt akan dibangun di Pantai Kelapa Tujuh, Suralaya, Cilegon, Banten. PLTU ini termasuk mega proyek 35.000 megawatt yang dicetuskan Presiden Joko Widodo pada 2015.
PLTU baru ini dibangun oleh anak perusahaan PLN, Indonesia Power lewat PT Indo Raya Tenaga dengan 51% kepemilikan, bekerja sama dengan Barito Pacific Group dan Kepco, perusahaan listrik Korea Selatan dengan 49% saham.
PLTU baru diklaim akan dibangun dengan teknologi lebih efisien, gunakan teknologi ultra super critical (USC). Hingga kini, sudah ada tujuh PLTU di Suralaya. Satu lagi PLTU Jawa 7 ada di Kelurahan Bojonegara. Total ada delapan PLTU Suralaya dengan kapasitas 4.025 megawatt.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) pada November lalu telah mengajukan gugatan terkait izin lingkungan PLTU Jawa 9-10 ke Pengadilan Tata Usaha Negara Serang.
Gugatan dilayangkan karena pembangunan PLTU tersebut akan memperburuk kualitas lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat sekitar serta gagal mematuhi standar emisi terbaru yang telah berlaku sejak 2019.
“Gugatan ini didaftarkan untuk kepentingan perlindungan lingkungan hidup dari dampak negatif yang berpotensi ditimbulkan oleh pembangunan dan operasi PLTU Suralaya 9-10. Untuk itu, kami meminta Gubernur Provinsi Banten untuk membatalkan Izin Lingkungan PLTU Suralaya 9-10,” kata Ronald Siahaan, kuasa hukum penggugat dalam satu keterangan persnya.
Ronald menjelaskan, PLTU Jawa 9-10 yang terletak di Suralaya, Kota Cilegon akan menambah panjang daftar sumber polutan di wilayah itu. Mengingat hingga saat ini, di wilayah Suralaya telah terdapat 8 PLTU dengan total kapasitas 4025 MW yang letaknya berdekatan dengan pemukiman masyarakat.
Kekhawatiran WALHI cukup beralasan. Diketahui, emisi batu bara berpolusi sangat tinggi, di antaranya mengandung NOx dan SO2 yang menjadi penyumbang terbesar terbentuknya hujan asam serta polusi PM2.5.
Polusi batu bara juga menghasilkan paparan bahan kimia berbahaya seperti arsen dan merkuri. Pada akhirnya, aktivitas pembakaran batu bara menyumbang sekitar 44 persen emisi CO2, yang memicu perubahan iklim melalui emisi gas rumah kaca, seperti diungkapkan International Energy Agency (IEA).
Peta sebaran PLTU yang sudah berjalan maupun sedang direncanakan, tersebar di Pulau Jawa-Bali. Ilustrasi: Barisan.co/Busthomi.
Dampak PLTU pada Kualitas Udara Jakarta
Laporan Greenpeace mengungkapkan, Jakarta menjadi ibu kota negara yang dikelilingi PLTU terbanyak di dunia dalam radius 100 kilometer, dibandingkan dengan ibu kota lain.
Emisi dari PLTU yang telah beroperasi maupun yang direncanakan akan meningkatkan risiko kesehatan seluruh penduduk Jabodetabek—termasuk 7,8 juta anak-anak, menyebabkan mereka terpapar PM2.5 yang jauh di atas standar WHO.