Kekhawatiran WALHI cukup beralasan. Diketahui, emisi batu bara berpolusi sangat tinggi, di antaranya mengandung NOx dan SO2 yang menjadi penyumbang terbesar terbentuknya hujan asam serta polusi PM2.5.
Polusi batu bara juga menghasilkan paparan bahan kimia berbahaya seperti arsen dan merkuri. Pada akhirnya, aktivitas pembakaran batu bara menyumbang sekitar 44 persen emisi CO2, yang memicu perubahan iklim melalui emisi gas rumah kaca, seperti diungkapkan International Energy Agency (IEA).
Peta sebaran PLTU yang sudah berjalan maupun sedang direncanakan, tersebar di Pulau Jawa-Bali. Ilustrasi: Barisan.co/Busthomi.
Dampak PLTU pada Kualitas Udara Jakarta
Laporan Greenpeace mengungkapkan, Jakarta menjadi ibu kota negara yang dikelilingi PLTU terbanyak di dunia dalam radius 100 kilometer, dibandingkan dengan ibu kota lain.
Emisi dari PLTU yang telah beroperasi maupun yang direncanakan akan meningkatkan risiko kesehatan seluruh penduduk Jabodetabek—termasuk 7,8 juta anak-anak, menyebabkan mereka terpapar PM2.5 yang jauh di atas standar WHO.
Bukannya mengurangi penyebab kotor udara ibu kota, pemerintah justru merencanakan penambahan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru di sekitar Jabodetabek (Merak, Suralaya, Labuan, Lontar, Cikarang, Pelabuhan Ratu) untuk memasok kebutuhan listrik di Jawa-Bali. Rencananya akan ada empat PLTU baru atau setara tujuh unit pembangkit. Sementara yang sudah beroperasi ada delapan PLTU atau setara 22 unit.
Berdasarkan pemetaan yang dilakukan Walhi bersama Greenpeace pada 2017 silam, diketahui setidaknya terdapat 10 PLTU berbahan bakar batu bara yang tercatat menyumbang polusi di Jakarta.
Mereka adalah PLTU Lestari Banten Energi berkapasitas 670 MW, PLTU Suralaya unit 1-7 berkapasitas 3400 MW, PLTU Suralaya unit 8 berkapasitas 625 MW, PLTU Labuan unit 1-2 berkapasitas 600 MW, dan PLTU Merak Power Station unit 1-2 berkapasitas 120 MW.
Kemudian PLTU Lontar unit 1-3 berkapasitas 945 MW, PLTU Lontar Exp berkapasitas 315 MW, PLTU Babelan unit 1-2 berkapasitas 280 MW, PLTU Pindo Deli dan Paper Mill II berkapasitas 50 MW, serta PLTU Pelabuhan Ratu unit 1-3 berkapasitas 1050 MW.
Setidaknya ada empat PLTU berbahan bakar batu bara yang dalam tahap pembangunan hingga saat ini, yaitu PLTU Asahimas Chemical unit 1-2 berkapasitas 300 MW, PLTU Jawa-7 berkapasitas 2.000 MW, PLTU Jawa-9 atau Banten Exp. berkapasitas 1.000 MW, serta PLTU Jawa-6 atau Muara Gembong berkapasitas 2.000 MW.
Keberadaan PLTU tersebut, menurut Walhi dan Greenpeace menyumbang 20-30% polusi udara di Jakarta.
Data itu diperkuat dengan laporan yang dirilis oleh CREA (Centre for Research on Energy and Clean Air). Dalam laporannya terungkap, sumber emisi tidak bergerak, seperti PLTU Batu Bara, pabrik, dan fasilitas industri lainnya yang berada di Jawa Barat dan Banten itu terbawa angin hingga ke Jakarta.