JALAN menuju rumahnya cukup menanjak, Petompon Selatan 23 Semarang. Ibu Uun menyambut saya di pintu pagar. Satu rumah teduh dengan rerimbun pohon buah dan tanaman hias. Tawanya serupa pagi berseri, menyila saya duduk di teras tertata apik.
“Maaf pintu saya buka-tutup, ada kucing baru,” katanya. Lalu muncul lagi membawa dua cangkir teh dan nyamikan lapis legit. “Sudah saya siapkan,” akunya, sambil menyila minum. Setengah jam sebelumnya, saya memang sudah ber-wa: saya sudah di daerah Sampangan.
Di usianya yang menginjak tujuh puluh, Ibu Uun tampak masih menyiratkan kecantikan di masa muda. Cerah ceria bagai warna-warni lukisan daun yang kemudian ditunjukkannya. “Mula-mula saya memakai crayon,” tuturnya, “tapi karena merusak serat daun saya ganti menggunakan acrylic.”
Lukisan daun itu berupa daun yang dikeringkan, kemudian diwarna mengikuti serat daun. Seperti yang diungkapnya, acap terjadi kejutan: serat itu membentuk rupa dalam pewarnaan. Kadang serupa burung hantu, kucing, atau Semar.
Dari komposisi warna yang cukup berani, lebih banyak menampilkan gaya pop. Terutama saat dikomposisikan di sebidang kanvas kecil, atau bahkan di bekas jam dinding. Saya katakan: secara rupa ini ‘herbarium art dalam gaya pop’.
Di masa mudanya, Ibu Uun adalah seorang penulis produktif, dengan nama: Tien Kartinah Soemantri. Dia menulis cerpen atau novel untuk koran mingguan, majalah wanita Femina, juga koran Kompas. “Sekarang saya sedang menulis novel,” akunya, ” novel limapuluhan halaman, maklum enerji tidak seperti dulu.”
Ibu Uun kemudian menunjukkan buku lagu-lagu ciptaannya. Berisi 150-an syair dan not lagu kanak-kanak. “Syairnya saya, not baloknya dikerjakan Mas Tundung Claviera.” Menurut pengakuannya, lagu-lagu itu tercipta dari keasyikannya momong cucu. Lagu demi lagu terdendangkan begitu saja.
Saya kemudian memintanya menyanyikan lagu ciptaannya. Kemudian ia pun bernyanyi, suaranya masih merdu dan nyaring, seiring kicau burung di reranting pohon. Bersamaan itu beberapa anak muda datang, “saya juga memberi les bahasa Inggris,” akunya.
“Di hari ulang tahun saya nanti, saya ingin mengadakan konser lagu-lagu saya,” katanya dengan suara perlahan.” Tatapandangnya meluluh jauh, seperti sebuah harapan dan doa atas keinginannya di senja usia. Semoga.***