BARISAN.CO – Harga komoditas energi melonkak drastis imbas konflik antara Rusia dan Ukraina. Hal ini karena Rusia adalah salah satu negara produsen komoditas energi. Rusia merupakan penghasil minyak mentah dan gas alam yang terbesar di dunia.
Indonesia sebagai negara yang kaya komoditas dinilai memiliki posisi strategis atas konflik geopolitik antara Rusia-Ukraina. Hal ini akan mendorong optimisme harga komoditas, pasar modal dan ekonomi di tanah air.
Tanpa bermaksud mendukung perang, pengamat maritim Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan, Indonesia harus bersiap jika konflik sampai berujung pada terjadinya penutupan jalur pipanisasi minyak dan gas menuju negara-negara Uni Eropa. Serta sanksi ekonomi yang menimpa Rusia menyebabkan kegiatan ekspor batu bara Rusia menjadi terhambat.
“Dengan naiknya kebutuhan distribusi BBM, Gas dan batu bara ke Eropa serta China yang nantinya akan menggunakan kapal, maka akan berimbas peningkatan kebutuhan pelaut yang akan bekerja di atas kapal di mana tentunya pelaut Indonesia bisa bekerja di atasnya,” kata Marcellus dalam keterangannya, Kamis (3/3/2022).
Marcellus menjelaskan, penutupan jalur pipa gas itu di satu sisi, dapat menjadikan Indonesia pemasok kebutuhan gas pengganti. Pangkalnya, 30% total kebutuhan gas Uni Eropa berasal dari Rusia yang pengirimannya melalui jalur pipa.
Dampak Sanksi Ekonomi
Terganggunya pasokan batu bara dari Rusia untuk China juga tentunya akan berdampak besar. Sebab, Rusia yang merupakan negara eksportir batu bara nomor dua ke China, saat ini menemui kesulitan untuk dapat melakukan proses jual beli batu baranya lantaran sanksi ekonomi yang diberikan oleh Amerika dan sekutunya.
“Di sini kita bisa berperan dalam distribusi crude oil, batu bara ataupun LNG. Jadi, harusnya kita bersiap, baik dari sisi komoditasnya maupun kapal-kapal pengangkutannya,” tegas Marcellus.
Oleh karena itu, Marcellus yang juga pendiri dan pengurus perkumpulan Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (AKKMI) ini mendorong Indonesian National Shipowners Association (INSA) untuk dapat melihat serta memanfaatkan peluang ini. Misalnya, dengan mendorong anggota INSA menyediakan kapal-kapal pengangkut crude oil, batu bara maupun LNG.
“Pemerintah Indonesia juga harus bisa mendorong INSA untuk mengambil peluang ini. Pemerintah harusnya dapat melakukan pemetaan terkait peningkatan kebutuhan batu bara dalam waktu dekat dari Eropa dan China serta meminta para pengusaha batu bara untuk melakukan persiapan mengantisipasinya,” katanya.
Sebagai gambaran, sambung dia, negara Italia melalui Perdana Menteri Mario Draghi menyatakan akan mengaktifkan kembali pembangkit batu bara akibat dari kenaikan harga gas alam di Eropa. Italia merupakan salah satu negara yang bergantung pada pasokan gas dari Rusia. Angkanya bahkan mencapai 45%. Dan mengalami peningkatan sekitar 27% dalam 10 tahun terakhir.
Indonesia Berpeluang Ekspor Batu Bara ke Eropa
Pengusaha batu bara Indonesia berpeluang melakukan perdagangan batu bara dengan Italia atau negara Eropa lainnya. Apalagi Indonesia tercatat sebagai negara keempat di dunia sebagai pengekspor batu bara.
Dengan begitu, secara tidak langsung akan menghidupkan pula bisnis pengangkutan kapal batu bara. Selain itu juga membuka peluang bagi pekerja kapal atau pelaut Indonesia mengoperasikan kapal-kapalnya.
Namun demikian, Marcellus mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi pemilik kapal serta biro-biro penempatan tenaga kerja pelaut, ketika kapal melewati area war risk zone (WRZ).
“Bagi pelaut yang bekerja di atas kapal yang melayani rute yang sedang berkonflik, maka mereka berhak atas asuransi WRZ bagi kapal dan ABK-nya. Selain itu juga harus ada WRZ allowance bagi pelaut yang melintasi wilayah konflik tersebut,” katanya.