Opini

Indonesia Butuh Pemimpin Sekelas Jacinda Ardern

Yayat R Cipasang
×

Indonesia Butuh Pemimpin Sekelas Jacinda Ardern

Sebarkan artikel ini
Jacinda Ardern (Ilustrasi: Twitter @Kristinartx)

INDONESIA betul negara besar. Dan Selandia Baru adalah negara kecil. Tapi itu dalam lingkup luas wilayah. Dalam bidang ekonomi, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan, harapan hidup dan kepemimpinan tentu jauh berbeda.

Pengunduran diri Perdana Menteri Ardern adalah kejutan bagi dunia tentu bagi warganya juga.

Partai oposisi pun yang getol mengkritik dan menjadi penyeimbang pemerintah, pun terkejut. Mereka justru memuji kinerja Ardern.

Seperti dikutip Guardian, Pimpinan Oposisi Nasional Christopher Luxon mengatakan Ardern telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi Selandia Baru dalam banyak pekerjaan yang sulit dan menuntut konsentrasi penuh. Ardern juga disebut sebagai duta besar yang kuat untuk Selandia Baru di panggung dunia.

“Kepemimpinannya setelah serangan teror Masjid Christchurch (15 Maret 2019) yang sangat kuat dan penuh kasih, dan itu merupakan sesuatu yang bisa dibanggakan,” pujinya.

Peristiwa penembakan paling brutal dan disiarkan secara langsung itu menewaskan 51 orang muslim. Ardern datang menyambangi masjid, berkerudung, memeluk warga umat Islam dan berpidato dengan penuh empatik. Dunia memuji sikapnya!

Ya, pengunduran diri Ardern yang dijabatnya sekira lima tahun setengah memang anomali. Pengunduran diri biasanya karena ada krisis, desakan oposisi atau melanggar etika pemerintahan.

Tidak seperti mundurnya PM Inggris Elizabeth Truss lantaran krisis ekonomi atau Presiden Vietnam Nguyen Xuan Phuc lantaran anggota kabinetnya korupsi.

Namun, itu semuanya tidak menerpa Ardern yang menjabat perdana menteri pertama kali pada usia 37 tahun.

Perdana Menteri dari Partai Buruh ini sarat dengan prestasi. Misalnya dalam penanganan Covid-19 yang sangat fenomenal. Selandia Baru dianggap negara yang paling berhasil menekan angka penularan dan kematian akibat Covid-19. Selama Covid-19 mewabah dilaporkan yang meninggal sekira 27 orang.

Keberhasilan itu seperti dikatakan mantan Dubes Indonesia untuk Selandia Baru Tantowi Yahya lantaran kepemimpinan Ardern yang sangat berkarakter.

“Mereka dapat menekan angka penularan dan kematian karena percaya sains dan leadership,” kata Tantowi dalam kanal wawancara dengan adiknya Helmy Yahya.

“Ardern ini memiliki sikap yang teguh. Bila kebijakan itu perlu diambil dan penting kendati ditentang oposisi maka akan dia putuskan,” kata Tantowi.

Tidak ada alasan politis atau hukum di balik mundurnya Ardern. Sepertinya murni soal masalah pribadi. Ini sangat menyentuh.

Apalagi pernyataannya yang sangat bijak bahwa, “seorang pemimpin itu tahu dimana saatnya harus lanjut dan dimana waktunya harus berhenti.”

“Kapan Anda adalah orang yang tepat memimpin dan kapan Anda waktunya tidak,” tegasnya dalam pidato di hadapan Kaukus Partai Buruh.

Ardern mengatakan dia tidak punya rencana masa depan, selain menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarganya. Bahkan Ardern pun enggan untuk menjadi Pemimpin Partai Buruh.

Ardern hanya ingin segera menikah dari pasangannya, Clarke Gayford yang telah memberinya putri cantik bernama Neve yang akan memasuki usia sekolah.

“Kepada Neve, Ibu sangat menantikan kehadiranmu saat kamu mulai sekolah tahun ini. Dan untuk Clarke mari kita menikah,” ujar Ardern.