“Saya akan kembali ke Ema, Ibu. Ke rumah Ibu maksud saya.”
“Lalu?” tatapannya penasaran.
“Ya, begitu, tinggal bersama Ibu,” jawabku.
“Kalau begitu tidak bisa,” katanya. “Kalau begitu aku tidak setuju. Bakal memalukan dan jadi heboh.”
“Heboh apa?”
“Begini,” katanya sungguh-sungguh.
“Terimalah dulu lamaran Kusno itu. Setelah jelas begitu, Akang jatuhkan talak….Jadikanlah nikah dengan Kusno. Jadikanlah ia orang penting. Eulis (panggilan sayang) pasti bisa mendorongnya sampai ia menjadi orang penting. Kalau tidak begitu, bakal banyak saudagar yang mendekat Eulis, melamar Eulis, dan Akang tidak sudi.” (hal 37)
Teman saya yang rese berujar, “Emang ada cowok yang rela istrinya diembat orang?”
Itulah sejarah. Dari bagian kecil tentang sosok Bung Karno dan Inggit Garnasih ini bisa melahirkan berbagai pendapat atau kalau lebih serius lagi bisa muncul beragam interpretasi.
Pahlawan Nasional
Pemerintah Jawa Barat bertepatan dengan hari lahirnya Inggit Garnasih 17 Februari menggelar seminar dan sekaligus mengusulkan agar istri kedua Bung Karno itu dianugerahi gelar Pahlawan Nasional karena jasa-jasanya yang sangat krusial pada muasal kemerdekaan Indonesia.
Menurut Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Inggit Garnasih menemani Bung Karno selama 20 tahun. “Itu pengorbanan luar biasa saat Bung Karno muda bersekolah di Bandung sampai ke pintu gerbang kemerdekaan,” katanya.
Sukarno pada tahun1920-an memulai melakukan pergerakan politik dan melawan Pemerintah Kolonial Belanda sehingga akhirnya ditangkap dan dibui di Penjara Banceuy dan Sukamiskin di Bandung.
Menurut Kang Emil, Ibu Inggit saat itu rela menjual hartanya dan membuat bedak untuk dijual demi untuk membiayai makanan dan obat-ibatan Bung Karno saat di penjara.
“Dia juga membelikan buku-buku yang membuat Bung Karno menjadi individu yang kuat dan cerdas intelektualitasnya,” kata Kang Emil.
Inggit juga kemudian ikut mendampingi Bung Karno saat dibuang ke Ende. “Dan sejarah mencatat di Endelah pokok-pokok Pancasila direnungkan dan dirumuskan oleh Bung Karno ditemani Ibu Inggit Garnasih,” tulis Kang Emil dalam akun media sosialnya.
Temen saya yang rese pun diam setelah membaca postingan Kang Emil tersebut. [rif]