KARYA yang baik bukan sekadar enak dibaca, tapi berusaha agar ada saling ikatan. Oleh karena itu ada proses ‘mambaca dan menjalin’, kalau sekadar membaca hanya menikmati dan memahami isi dari apa yang ditulis. Sedangkan menjalin ialah berusaha menyusun dan merangkai serta menjelmakan kesanggupan tentang keindahan bahasa, struktur, tema, makna dan suasana yang dimaksudkan penulisnya.
Kumpulan Puisi Panen (2023) ditulis Beno Siang Pamungkas, lantas siapakah Beno Siang Pamungkas (BSP)? Dalam biografinya hanya tertera; lahir di Kuncen, Padangan, Kabupaten Bojonegoro, 30 Maret 1968. Dia tidak kapok, meskipun telah berkali-kali jatuh cinta dan patah hati kepada puisi.
Kalimat terakhir mengindikasikan bahwa BSP bukan penyair amatiran, ternyata ia telah menulis kumpulan puisi tunggal Sajak Sampah Gerinda Baja (1993) dan Ensiklopedi Kesedihan (2008). Jadi ada rentan 15 tahun setiap buku terbit, terbilang BSP tidak produktif dalam menghasilkan kumpulan puisi tunggal.
Panen, kumpulan puisi berjumlah 73 puisi yang ditulis dari tahun 1992 sampai awal 2023. Jika menilik tahun dari kumpulan puisi tunggalnya yang kedua, ada rentan 6 tahun dengan jumlah 17 puisi. Ternyata ada beberapa puisi yang memang sudah masuk dalam kumpulan puisi Ensiklopedi Kesedihan. Hal ini menunjukkan BSP tidak percaya diri, tanpa ia sadari bahwa intensitas atau frekuensi kreativitas berbeda-beda dari satu individu ke individu lainnya.
Khazanah Islam menyebut manusia adalah Al-Insanu Hayawanun Nathiq yang artinya manusia adalah hewan berfikir. Penyair biasanya memakai majas atau kiasan, seperti buah, sayuran dan dirinya sebagai manusia berfikir yakni hewan.
Buku Panen, ada 31 puisi personifikasi dengan nama hewan. Namun ada dua hewan yang bisa menjadi penghubung antara karya dan penulisnya yakni burung terdapat dalam puisi berjudul (Cintailah Burung-Burung, Lukisan Ikarus, Aphasia dan Di Puncak) dan kuda.
Ada tanda pada Panen, yakni menanam oleh karena itu isyarat hewan yang berhubungan langsung dengan menanam adalah burung. BSP adalah sosok burung, simbol konsistensi dalam berkarya. Simbolik yang dipakai Fariduddin Attar dalam Mantiq al-Tayr, yang menggambarkan tujuh tahap keruhanian, begitu juga karya BSP dalam Kumpulan Puisi Panen secara simbolik menggambarkan tentang perjalanan dirinya.