Cara-cara ekstrem yang dimaksudkan Moutaz, antara lain berhutang untuk membeli makanan, membawa anak-anak keluar dari sekolah agar bekerja, serta mengurangi porsi makanan setiap harinya. Selain itu, menikahi anak perempuan yang masih kecil telah menjadi strategi koping negatif dalam upaya mengurangi makan satu orang di keluarganya.
“Ini bertentangan dengan latar belakang 90 persen warga Suriah yang hidup dalam kemiskinan, tingkat pengangguran 60 persen, dan upah minimum bulanan di sektor publik sekitar US$26,” tambahnya.
Kebergantungan ke Rusia
Moutaz melanjutkan, Suriah amat bergantung pada Rusia untuk impor gandum. Krisis di Ukrainan, disebut-sebut sebagai pemicu pemerintah Suriah mulai menjatah cadangan makanan. Termasuk gandum, gula, minyak, dan beras di tengah kekhawatiran kekurangan dan lonjakan harga.
“Dan, ini bisa jadi baru permulaan,” lanjut Moutaz.
Dia mengungkapkan, penghasilan rata-rata di Suriah hanya mampu menutupi setengah dari pengeluaran pokok.
Hal itu dialami oleh Majed dari Pedesaan Damaskus. Majed mengatakan kepada Oxfam, meski pun dia telah bekerja 13 jam sehari untuk memberikan makan anak-anaknya, itu tidak akan cukup.
‘Terkadang saya berharap bisa bekerja 24 jam sehari, jadi saya bisa melakukan lebih banyak pekerjaan. Saya lelah dan tidak tahu bagaimana akan bertahan hidup yang keras ini dengan keluarga saya,” ujar Majed. [rif]