Secara teknis, praktik pencatutan e-KTP bisa ditempuh secara langsung (man to man) menghubungi dan mencari calon korban yang e-KTP-nya akan dicatut. Namun bisa juga dilakukan secara kolektif yang dikordinasikan oleh calo/makelar. Yang jelas, bagi makelar e-KTP, aktivitas ini merupakan komoditas dan sekaligus peluang bisnis lima tahunan sekali yang cukup menjanjikan dan menggiurkan serta menguntungkan secara ekonomi.
Sejumlah makelar e-KTP lama atau pemain lawas, ditengarai masih menyimpan stok lama foto copy e-KTP eks Pemilu sebelumnya yang sewaktu-waktu bisa dijual lagi. Bahwa dari sebagian nama tersebut ada yang sudah meninggal dunia atau tidak lagi berdomisili sesuai e-KTP, bagi makelar atau pemasok terpenting menguntungkan secara ekonomi. Dari pihak Parpol sebagai pemesan foto copy e-KTP (tentu yang memiliki nama dan NIK), ada yang tahu, tidak tahu atau berlagak tidak tahu bahwa praktik pencatutan ini melanggar peraturan peurndangan dan etika Pemilu.
Adanya banyak temuan data ganda dalam kepengurusan atau keanggotaan Parpol saat kegiatan pendaftaran calon peserta Pemilu 2024 yang berbasis SIPOL, salah satu penyebabnya dapat ditelusuri dari kemungkinan ini. Yakni: Parpol mendapatkan dan menggunakan data e-KTP yang tidak lagi up date karena diperoleh dengan cara-cara yang ilegal, khususnya dengan pencatutan dan pencalona.
Sebagian korban pencatutan mengetahui nama dan NIK-nya dicatut setelah sebelumnya melakukan pengecekan secara mandiri di Website info.pemilu.kpu.go.id. Sebagian lagi mengetahui namanya dicatut karena mendapat informasi dari orang lain atau Penyelenggara Pemilu. Di luar itu, bukan tidak mungkin banyak korban tidak mengetahui bahwa namanya dicatut oleh Parpol. Bahkan satu nama korban pencatutan berpotensi dicatut oleh lebih dari satu Parpol.
Efek Jera
Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan demikian luas dan besar, kasus pencatutatn tidak boleh dianggap remeh temen, melainkan harus disikapi dan ditangani secara komprehensif. Bagi jajaran Bawaslu, harus lebih mengintensifkan sosialisasi secara kreatif dan inovatif. Misalnya membuka Posko Pengaduan di lokasi-lokasi strategis yang ramai dengan masyarakat atau istilahnya jemput bola. Di lokasi tersebut, Pengawas Pemilu membawa lap top serta melayani masyarakat secara langsung untuk melakukan pengecekan nama dan NIK di website info.pemilu.kpu.go.id.
Dari sisi korban pencatutan apalagi yang berstatus ASN, pejabat publik atau yang tengah bercita-cita menjadi ASN dan pejabat publik, harus bereaksi melakukan penolakan. Caranya tentu sebelumnya melakukan pengecekan secara mandiri di Website info.pemilu.kpu.go.id. Jika negatif atau tidak ada di Web tersebut, aman. Jika positif, harus segera melaporkan ke KPU dan Bawaslu setempat. Jangan dibiarkan, karena dapat mengganjal keinginan atau karir seseorang di lingkungan ASN atau pejabat publik lainnya yang mensyaratkan larangan menjadi anggota atau pengurus Parpol.
Secara teknis PKPU No. 4 tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD Pasal 140 ayat (1) dan (2) mengatur, korban pencatutan menyampaikan pengaduan kepada KPU setempat dengan menggunakan formulir yang disediakan. Dengan melampirkan formulir yang berisi identitas kependudukan yang jelas, bukti laporan, serta uraian mengenai objek masalah yang dilaporkan. Kemudian pihak KPU akan mendelete nama masyarakat dari keanggotaan Parpol yang melakukan pencatutan.