Walaupun senang sang raja tidak serta merta menerima Islam, maka dilakukan dialog yang panjang yang dihadiri banyak orang, dialog ini berlangsung beberapa hari, sang raja kemudian menguji kemampuan Datuk Sulaiman sebagai pimpinan rombongan.
Raja memberi syarat agar semua yang mampu dilakukan oleh raja juga harus mampu dilakukan oleh Datuk Sulaiman, begitupun sebaliknya, jika datuk berhasil maka raja masuk Islam namun bila gagal maka Datuk Tallua harus meninggalkan tanah luwu, dengan izin Allah Datuk Pattimang berhasil melalui ujian tersebut. Raja Luwu kemudian masuk Islam pada 1603 M.
Proses awal pengislaman di Luwu difokuskan pada bagian ketauhidan yang diajarkan dengan metode ilmu kalam tentang keesaan Allah dan sifat-sifat Allah. Setelah menganut Islam Raja Luwu berganti nama menjadi Sultan Muhammad Mudharuddin.
Proses islamisasi di Luwu berlangsung cepat karena didukung penuh oleh birokrasi kerajaan. Setelah Raja Luwu berhasil diislamkan, Datuk ri Bandang dan Datuk ri Tiro kemudian berlayar ke Makassar, sementara Datuk Pattimang memutuskan tinggal di Luwu melanjutkan misi penyebaran Islam.
Datuk ri Bandang adalah murid penting Sunan Giri di Jawa Timur. Setelah tiba di Tallo, Datuk ri Bandang kemudian langsung salat dan berzikir. Warga yang melihatnya terpukau dan melaporkan ke Raja Tallo, I Malingkaang Daeng Nyonri, akan kedatangan orang asing yang berprilaku tidak biasa, Raja Tallo kemudian menemui Datuk ri Bandang lalu bertanya, Tuhan mana yang kamu sembah?
Jawab sang datuk, Tuhan yang saya sembah sama dengan Tuhan yang tuan sembah, ini juga merupakan cara unik berdiplomasi menyiarkan Islam, bukannya menjawab dengan nada menggurui, sang Datuk justru memberikan jawaban yang membuat adem Raja Tallo. Dialog pembuka ini membuat Raja Tallo jatuh hati dengan Islam, ia kemudian masuk islam pada 1605 M.
Setelah masuk islam Raja Tallo berganti nama menjadi Sultan Abdullah Awwalul Islam, tidak berhenti sampai di situ, dirinya lalu berupaya mengajak Raja Gowa I Mangarangi Daeng Manra’biya masuk islam, usaha itu berhasil karena tidak berselang lama Raja Gowa masuk islam dan berganti nama menjadi Sultan Alauddin.
Setelah keduanya masuk islam maka Gowa-Tallo berfungsi sebagai pusat penyebaran Islam di Sulawesi Selatan. Proses pengislaman yang dikendalikan dari Gowa berlangsung pada 1605-1612 M.
Pada awal islamisasi di Gowa Datuk ri Bandang bertindak langsung sebagai guru bagi raja dan keluarga kerajaan di istana Gowa. Untuk memperlancar penyebaran Islam, Datuk ri Bandang meminta izin kepada Raja gowa, yang kemudian diizinkan, untuk mendirikan mesjid di Kaluku Bodoa. Di Masjid Kaluku Bodoa ini Datuk ri Bandang menyampaikan Islam dengan fokus pada aspek syariat yakni terkait rukun islam, rukun iman, hukum waris, hukum perkawinan dan hari-hari besar islam.