Scroll untuk baca artikel
Blog

Isra Mi’raj Memotivasi Kita Menjadi Pembelajar

Redaksi
×

Isra Mi’raj Memotivasi Kita Menjadi Pembelajar

Sebarkan artikel ini

Dalam kondisi  ini  secara  otomatis  atom-atom  benda  pada  dimensi  fisik  sekunder  akan  diam mutlak  dan  berada  dalam  kondisi  Kondesat  Bose  Einstein.  Mari  kita  bayangkan  kondisi dan  posisi  super-eksistensi  ini,  bahwa  seseorang  yang  tubuhnya  berdiam  dalam  konteks “wilayah”  (dalam  dimensi  atau  materi  positif),  tetapi  dalam  konteks  “wawasan”  kesadaran melonjak  ke  alam  spiritual  (  jauh  melebihi  kecepatan  cahaya  dalam  dimensi  kesadaran/hyperspace). Seperti orang yang sedang bermeditasi, dzikir, kontemplasi, atau meditasi.  

Perbedaan  mutlak  adalah  faktor  pemrakarsa,  apakah  keinginan  dibatasi  oleh  hukum kausalitas,  dan  keinginannya  yang  tidak  terbatas.  Nabi  Muhammad  SAW  di  masa  Isra Mi’raj  dapat  menjadi  contoh  bagaimana  kondisi  super-eksistensi  tercapai.  Pada  saat  itu bahkan  apa  yang  disebut  sebagai  keberadaan  materi  menjadi  tidak  relevan.  Karena wujud  yang  ada  adalah  “wujud  super”,  yang  dapat  bergerak  melampaui  hukum  kausalitas umum  (hukum  adat).

Berdasarkan  teori  relativitas,  bahwa  ruang  sama  dengan  waktu,  disebut  ruangwaktu,  bukan  ruang  dan waktu  sebagai  dua  entitas  yang  terpisah. Rasulullah  adalah  orang pertama,  yang  dengan  izin  dan  kekuasaan Allah SWT,  seperti  dalam  redaksi  ayat  kesatu  surat  al Isra  tersebut,  “asraa  bi’abdihi”,   mengikuti  “kehendak”  Allah  SWT  yang  di  luar  hukum  alam manusia,  atau  di  luar  kausalitas  alam  kehambaan  (manusia/Muhammad).  Dan  itu  sudah disebutkan  dengan  redaksi  “Maha  Suci”  itu  kalimat  ‘tanziih’,  atau  kalimat  yang membebaskan ZatNya sebagai di luar batas jangkauan makhluq.