Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Isu Lingkungan Kurang Menarik di Tanah Air? Begini Penjelasan Ilham Habibie

Redaksi
×

Isu Lingkungan Kurang Menarik di Tanah Air? Begini Penjelasan Ilham Habibie

Sebarkan artikel ini

Ilham Akbar Habibie berpendapat apabila isu lingkungan kurang menarik di tanah air karena dampaknya tidak dirasakan secara langsung saat itu juga.

BARISAN.CO – Hampir semua negara di dunia bertanggung jawab atas tingkat polusi global yang tinggi. Polusi udara menyebabkan perubahan iklim dan menyebabkan kualitas udara juga berubah.

Pemanasan global terjadi akan meningkatkan suhu bumi karena konsumsi sumber daya yang berlebih. Ini mengarah pada masalah lingkungan lainnya seperti perubahan suhu, erosi tanah, dan curah hujan yang tidak normal. Gelombang panas menyebabkan peningkatan polusi ozon di permukaan tanah karena reaksi kimia yang menghasilkan ozon di atmosfer. Sebenarnya, pemanasan global ini dapat diatasi melalui pengendalian tingkat polusi, emisi kendaraan yang lebih rendah, dan jejak karbon manusia.

Sayangnya, isu lingkungan seperti ini masih belum menjadi perhatian banyak pihak. Masyarakat kurang menyadari implikasi serius dari degradasi lingkungan saat ini. Imbasnya, kurangnya kesadaran kemungkinan menyebabkan lebih banyak kerusakan lingkungan di masa mendatang.

Sebuah studi dari Yougov-Cambridge Globalism menunjukkan Indonesia menjadi pemimpin sebagai penyangkal perubahan iklim terbesar di dunia. Sekitar 18 persen menyebut aktivitas manusia bukan penyebab perubahan iklim, 6 persennya percaya iklim akan tetap stabil, dan 8 persen lainnya menganggap pemanasan global yang disebabkan oleh manusia bagian dari penipuan dan unsur konspirasi.

Hal ini menjadi indikasi bahwa isu lingkungan kurang menarik perhatian masyarakat di Indonesia. Padahal, dari banyak laporan tentang perubahan iklim menuliskan tanpa adanya perubahan, ekonomi akan turut terancam.

Dampaknya Tidak Dirasakan Secara Langsung

Menanggapi hal itu, Komisaris Utama PT Regio Aviasi Industri (RAI), Ilham Akbar Habibie menyampaikan, ia sependapat apabila isu lingkungan kurang menarik di tanah air. Menurutnya, terlebih dampaknya tidak dirasakan secara langsung saat itu juga.

Ilham mengatakan masalah ini terjadi akibat dari sikap masyarakat yang belum berorientasi secara jangka waktu panjang, terlebih terkait dengan diri sendiri khususnya saat dampaknya tidak langsung terjadi.

Wakil Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) ini memaparkan, secara akumulatif sebenarnya dapat terlihat jika dunia ini sedang mengalami pemanasan, perubahan dari pola iklim.

“Tidak semuanya bisa dikaitkan dengan perubahaan iklim secara siklus karena ada juga yang dapat terjadi dengan atau tanpa adanya kehadiran manusia,” kata Ilham kepada Barisanco.

Dia menyampaikan, memang ada perubahan iklim tanpa adanya tangan manusia, misalnya letusan gunung api, karbonnya yang diletuskan ke dalam atmosfer sangat banyak. Atau pun yang non organik, misalnya meteorit yang mendarat di bumi tepatnya di semenanjung Yukatan, Meksiko, konon, menjadi penyebab kepunahan dinosaurus.

“Kayak meteroit yang besar itu mendarat di situ dan menyebabkan satu gelombang kejut (shock wave) yang besar sekali dan global, katanya merusak banyak sekali iklim-iklim yang ada di tempat masing-masing. Iklim mikro bukan iklim global,” sambung Ilham.

Harus Ada Peraturan

Akan tetapi, Ilham mengakui perubahan iklim dunia tidak lagi bisa diterangkan oleh teori-teori karena memang ada yang non-organik, datang dari peradaban manusia mulai dari industrinya hingga kehadiran manusia.

“Bakar sampah biar pun cuma sampah kecil, kalau kita mau narasikan ke orang lain akan susah. Tidak bisa argumentasi karena ga ada dampak pada waktu itu bahwasanya secara akumulatif kalau semua orang melakukan itu pada saat yang sama tentu ada dampaknya, tapi gimana menerangkannya,” lanjut pria berdarah Gorontalo ini.

Untuk itu, menurut Ilham jika hanya sakadar penjelasan saja tidak akan cukup, harus ada peraturan.