Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Jangan Jadi Relawan Jika Ingin Kaya!

Redaksi
×

Jangan Jadi Relawan Jika Ingin Kaya!

Sebarkan artikel ini

Kerja relawan adalah kerja cuma-cuma. Jadi, jangan bermimpi bisa kaya dengan kerja sebagai relawan.

BARISAN.CO – Menjadi bagian dari dunia kerelawanan artinya bersedia mencurahkan tenaga, pikiran, dan materi. Dan, itu sama dengan kita bekerja cuma-cuma. Tidak ada satu rupiah pun yang masuk ke kantong pribadi. Maka, jangan sekali-kali bermimpi bisa kaya dengan kerja-kerja relawan.

Seperti Anies Baswedan katakan, “Relawan itu tak dibayar bukan karena tak bernilai, tapi karena tak ternilai”. Saat terlibat dalam kegiatan sukarelawan, kita akan menemukan keluarga, perspektif, ilmu, dan pengalaman baru. Bukankah itu lebih berharga ketimbang hanya mengharapkan uang semata?

Tapi, kita butuh uang untuk bisa hidup!! Benar sekali. Oleh karena itu, jangan jadi relawan jika ingin kaya.

Mengapa saya katakan demikian? Saya menyaksikan banyak relawan yang tergabung dalam wadah sama hingga hari ini memiliki kehidupan yang biasa saja. Tidak kaya, tetapi cukup.

Namun demikian, mereka masih menyempatkan waktu untuk berkontribusi baik itu pikiran maupun tenaga. Bahkan, tak jarang mereka mengeluarkan materi. Misal, hal sederhana seperti untuk transportasi perjalanan mereka dari rumah ke lokasi acara, apakah tidak megeluarkan biaya? Tentu saja mengeluarkan. Apakah ongkos tersebut bisa di-rembeurs? Tidak, kan?

Akan tetapi, mereka tidak pernah sama sekali menggerutu. Mereka ikhlas menjalankannya.

Itulah yang saya lihat langsung dari sosok Pak Ramdani. Sejak awal bergabung di Turun Tangan Jakarta, saya termasuk orang yang kesulitan untuk beradaptasi. Hal itu tak lain karena karakter pribadi saya yang cenderung urakan. Sehingga, khawatir apabila ada yang tersinggung dengan sikap dan ucapan.

Beliau yang memulai komunikasi dengan mengirim pesan. Setelah itu, kami pun sering berkomunikasi, bertukar gagasan dan juga pikiran. Juga, saat saya bertengkar dengan relawan lain, Pak Ram yang mencoba menengahi. Bukan hanya karena usianya yang membuatnya dituakan, namun lebih karena sikap bijaksana beliau.
Pak Ram dan beberapa lain menemui relawan yang bertengkar dengan saya. Itu lebih karena sifat keras kepala kami berdua. Setelah pertemuan itu, kami pun berdamai.

Bertahun-tahun mengenal beliau, saya mengakui semangat juang Pak Ram begitu besar. Bayangkan saja, dengan usia seperti beliau masih mau membuat gerakan baru yaitu Sekolah Orang Tua. Dengan jumlah sumber daya yang terbatas, beliau mendorong agar semuanya konsisten termasuk juga soal postingan di media sosial.

Dengan profesi sebagai guru, tentu gaji yang didapatkan tidak mungkin dua digit. Dengan kesibukan beliau di berbagai komunitas kerelawanan, mau tidak mau membutuhkan beberapa lembar gaji yang diterimanya untuk ongkos dan kuota misalnya. Namun, itu tidak sama sekali menyurutkan semangat juangnya untuk aktif dan total dalam berbagai kegiatan yang sudah dijawadkan.

Begitu pun dengan relawan lain yang saya kenal. Tak ada satu pun di antara mereka yang mengeluh soal biaya selama menjadi relawan. Begitu juga jika ada bencana, di antara mereka ada yang mengeluarkan bantuan dari kocek pribadi.

Bagi saya pribadi, jangan mengharapkan bayaran saat menjadi relawan. Karena itu hal yang mustahil didapatkan. Tetapi, ketika saya sendiri menemukan keluarga baru dari Turun Tangan Jakarta, pada akhirnya itu akan lebih berarti.

Selain itu, menjadi relawan berarti terlibat langsung dalam pekerjaan mulia, melayani orang-orang yang membutuhkan perhatian, dan kasih sayang. Ini juga menjadi kesempatan untuk mengetahui bahwa tidak semua orang yang dilahirkan di dunia ini beruntung. Oleh karenanya, kita perlu mendukung mereka dengan cara terlibat langsung.