Seorang pemimpin tidak boleh lari saat warganya berada dalam masalah. Apalagi mereka terluka. Mereka anak-anak muda, pelajar maupun mahasiswa. “Anak muda itu yang punya masa depan. Mereka berhak ikut bicara karena mereka yang akan rasakan konsekuensi keputusan-keputusan besar di hari ini”, kata Anies.
Entah apa yang dirasakan Anies saat melihat kantor anak-anak GPII-PII yang porak-poranda dan 17 aktifis-pelajar ditangkap aparat di kantor mereka. Sebagian harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Kesedihan dan keprihatinan itu jelas tersirat dalam ungkapan Anies: “Kita ini harus senang kalau ada anak-anak usia sekolah sudah ikut bicara soal-soal negara”. Kalimat yang santun, tapi jelas keberpihakannya.
“Jika anak-anak bertindak salah, ya diberikan tambahan pendidikan, bukan malah dihentikan pendidikannya”, tegas Anies. Sang gubernur jelas tak rela jika anak-anak Jakarta kehilangan pendidikannya.
Nampak sekali bahwa jiwa pendidik dan leadership telah menyatu dalam diri cucu pahlawan Abdurrahman Baswedan ini.
Seorang pemimpin tidak hanya harus tahu bagimana menyapa rakyatnya, tapi juga harus bisa merasakan apa yang dialami mereka. Begitulah seorang pemimpin sejati yang selama ini dinanti dan dirindukan oleh sebuah bangsa besar yang bernama Indonesia.
Jakarta, 16 Oktober 2020
Tony Rosyid; Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa