BARISAN.CO – Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES, Wijayanto mengatakan Presiden ditengarai justru menjadi bagian dalam proses pelemahan KPK dengan menyetujui apa yang telah diusulkan parlemen untuk merevisi UU KPK. Dari jejak rekam selama reformasi bergulir, Presiden Jokowi menjadi kepala negara di era reformasi yang paling sukses melakukan pelemahan KPK dan tidak berbuat apa-apa untuk melawan pelemahan tersebut.
“Tetap berlangsungnya pemecatan 56 pegawai KPK juga menjadi penanda lainnya betapa Jokowi menjadi presiden yang paling tidak peka dengan aspirasi rakyat, sambungnya dalamdiskusi Forum Ekonomi Politik dengan tema Evaluasi Kelembagaan dan Kinerja KPK, Minggu (19/9/2021)
Menurut Wijayanto hal itu terekam ketika terjadi protes dan demo-demo besar ratusan ribu mahasiswa di seluruh Indonesia bersama kelompok-kelompok masyarakat yang menolak amandemen UU KPK (2019), Pengesahan UU Omnibus Law dan UU Minerba (2020) sebagai contoh. Namun semua protes tersebut tidak didengar.
“Berbagai analisa para ilmuwan politik internasional yang menyoroti perkembangan demokrasi di Indonesia memang menyatakan telah terjadi proses kemunduran demokrasi yang cukup parah di Indonesia,” lanjutnya
Wijayanto menambahkan bahkan mengarah pada kembalinya otoriterisme. Rangkaian kejadian dalam contoh-contoh di atas telah menguatkan kesimpulan-kesimpulan tersebut.
Apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat sipil yang mendambakan kembalinya kualitas demokrasi dan kebebasan sipil menghadapi situasi seperti sekarang?
“Perlunya melakukan otokritik dan konsolidasi dari segenap unsur-unsur masyarakat sipil, termasuk pers/media massa agar bersama-sama berjuang membangun sinergi untuk menyelamatkan demokrasi ke depan,” terangnya.
Dalam pengantarnya Didik J Rachbini mengatakan meski ditentang keras oleh aksi-aksi penolakan lewat demo-demo mahasiswa, tetapi amandemen UU KPK tetap berjalan dengan dukungan buzzer politik di media sosial.
“Sejak itu KPK seakan hanya menjadi alat politik dan kekuasaan yang terus dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok kepentingan untuk memberangus lawan politik. Alih alih berfungsi sebagai lembaga penegak hukum dalam perang besar melawan korupsi,” lanjutnya.
Sementara itu, Peneliti Pusat Studi Hukum dan HAM LP3ES Malik Ruslan menyatakan saat ini negara sebenarnya sedang bingung mau diapakan lembaga anti rasuah KPK.
“Negara memang ditengarai terlibat dalam pelemahan KPK, tapi juga tidak mau diseret dalam kemelut yang menjadikan aktor negara sebagai pihak yang turut berperan dalam pelemahan itu,” pungkasnya.