Scroll untuk baca artikel
Blog

Kado bagi Punggawa Demokrasi Baru

Redaksi
×

Kado bagi Punggawa Demokrasi Baru

Sebarkan artikel ini

Dimensi Politik

Sebagai kepanjangan tangan dari fraksi dan partai politik, pilihan anggota Komisi II DPR RI terhadap para calon Penyelenggara Pemilu sulit melepakan diri dari instruksi ketua umum, the ruling elite suatu partai. Agar berhasil menggolkan pilihannya, biasanya para anggota komisi II DPR berkoalisi dengan anggota komisi/fraksi lainnya. Disini kompromi politik atau politik transaksional dengan melibatkan anggota DPR yang berbeda fraksi, sangat mungkin terjadi.

Mengacu UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 15 dan 89 ayat (3), mestinya penetapan anggota KPU  dan Bawaslu terpilih berdasarkan raihan suara peringkat teratas (voting).  Selain karena peraturannya memang menyebutkan demikian, positifnya akan diketahui secara terbuka anggota suatu komisi/partai memilih siapa calon anggota KPU atau Bawaslu. Manfaat lainnya memudahkan ketika misalnya terjadi Pengganti Antar Waktu (PAW).

Tetapi dalam pemilihan anggota KPU dan Bawaslu Periode 2022-227, Komisi II DPR lebih memilih melakukan pemilihan tanpa voting.  Mungkin karena sebelumnya sudah tercapai kompromi politik tingkat tinggi. Indikasinya dengan beredarnya nama-nama calon anggota KPU dan Bawaslu tiga hari sebelumnya dan ternyata nama-nama tersebut sama saat ditetapkan. Meskipun oleh sejumlah anggota DPR dianggap suatu kebetulan, namun sulit menepis terjadinya rekayasa politik dalam penetapan punggawa demokrasi terpilih.

Pemilihan tanpa voting dianggap juga oleh sebagian kalangan sebagai tindakan negatif  karena menimbulkan problem yuridis dan administratif serta menyulitkan manakala terjadi Pergantian Antar Waktu (PAW). Selain itu, kurangnya keterwakilan 30 persen dari total anggota KPU dan Bawaslu terpilih, merefleksikan anggota Komisi II DPR tidak ramah dengan keterwakilan politik perempuan. Dampaknya sangat mungkin juga terjadi pada hasil Pilser maupun penempatan posisi-posisi  strategis paska Pilser.

Selain merepresentasikan konfigurasi politik di parlemen, proses pemilihan anggota KPU dan Bawaslu dipengaruhi politik aliran atau politik identitas yang ditengarai melibatkan para pihak (anggota KPU dan Bawaslu dan anggota DPR/partai politik). Hal  tersebut dikuatkan dengan seringnya pengamat dan media  mentracking peluang kandidat berdasarkan politik aliran dan kedekatan kandidat punggawa demokrasi dengan  anggota DPR atau partai politik tertentu.

Dengan proses politik yang rumit di balik pencalonan dan penetapan anggota KPU dan Bawaslu, sebagian kalangan pesimistik Pilpres 2024 akan berjalan lebih berkualitas. Sebagian lain meyakini Pilser 2024 akan lebih berkualitas. Dengan sebagian lainnya memilih persepsi realistik—sambil menunggu apa yang terjadi selanjurnya dan secara aktif mencermati dinamika Pilser mendatang sceara kritis dan konstruktif.