Scroll untuk baca artikel
Blog

Kado Natal untuk Cicilia – Cerpen Noerjoso

Redaksi
×

Kado Natal untuk Cicilia – Cerpen Noerjoso

Sebarkan artikel ini

“Tuhan Yesus ,… Di perayaan Natal tahun ini, Aku hanya ingin Engkau memberikan baju bbaru untuk ibuku.  Aku ingin ibuku tersenyum dan sejenak melupakan kesusahannya.  Ibuku tentu lelah sekali.  Setiap hari ia hrus bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkandagangannya.  Sudah seperti itu, kadangkala dagangannya tidak habis terjual.  Kalau sudah seperti itu modalnya juga ikut habis pula.  Aku sebenarnya ingin membantu ibuku mencari uang.  Tapi aku tidak tahu harus bekerja apa?  Kata Ibuku, Tubuhku masih terlalu kecil untuk bekerja.” 

“Suratku sudah dulu ya Tuhan,  Kalau Engkau ingin menemuiku di Gereja besok pagi, biasanya aku duduk di bangku paling belakang.  Di sampingku ada seorang perempuan setengah baya yang berwajah pucat.  Itu adalah ibuku.  Ia saat ini kurang sehat.”

HambaMu Yang Yatim

Cicilia

Mengakhiri membaca surat tersebut, Ahmad tak henti-hentinya menghela nafas panjang.  Ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.  Tak lama kemudian, surat itupun segera ia masukkan kembali ke dalam amplopnya.  Dan bergegas ia pun segera mengeluarkan sepedanya.  Jalanan masih basah oleh air hujan ketika surat terakhir telah ia antarkan.   

Tanpa pikir panjang lagi diarahkannya setang sepedanya ke sebuah toko.  Dibelinya dua buah baju.  Sebuah untuk perempuan yang disebut oleh Cicilia sebagai ibunya.  Dan sebuah ia beli untuk Cicilia sendiri.  Ahmad tidak pikir panjang apakah baju yang ia beli itu nantinya kebesaran atau kekecilan.  Pokkoknya ia beli saja.  Dibelinya pula beberapa biskuit dan permen serta sirup. 

Usai membayarnya, lelaki pengirim surat itupun segera bergegas mengayuh pedal sepedanya menuju ke alamat yang tertulis di balik surat beramplop merah bata tersebut.  Bagi Ahmad  tak sulit menemukan alamat tersebut.  Pekerjaannya sebagai pengantar surat membuatnya mengenal seluruh lika-liku jalan di kotanya.  Ibarat kata jalan tikus sekalipun Ahmad tahu persis.

Rumah Cicilia terletak di ujung gang sempit yang becek.  Ahmad harus menuntun sepedanya agar tidak terperosok ke lubang jalan.  Benar sekali dugaan Ahmad.  Rumah itu tepat berada di bawah rumpun babmbu dekat pekuburan kampung.  Hanya terlihat nyala sebuah pelita kecil yang bergoyang-goyang dipermainkan angin ketika Ahmad melongok dari jendela rumah yang berdebu tersebut.

Setelah berkali-kali Ahmad mengetuk pintu, Barulah terdengar suara langkah mendekati pintu.