Ucapan Puan menunjukkan trah Soekarno dan PDIP, merasa diri mereka satu-satunya pewaris sah negeri ini. Satu-satu-satunya yang bernasab sambung kepada pencetus Pancasila. Hal itu dipertegas dengan peresmian Hari Lahir Pancasila 1 Juni oleh Presiden Jokowi.
Padahal sejarah mencatat secara resmi, Pancasila lahir pada tanggal 18 Agustus 1945. Saat para perumus di BPUPKI mensahkannya sebagai dasar negara Indonesia yang merdeka.
Tidak berhenti sampai disitu. Melalui Fraksi PDIP di DPR RI mereka mengusulkan RUU Haluan Idiologi Pancasila (HIP). Dalam RUU tersebut mereka memasukkan formula Pancasila yang diperas menjadi Trisila dan Ekasila. Persis sebagai mana usulan Soekarno pada sidang pertama BPUPKI tanggal 1 Juni 1945.
Pandangan dan cara berpolitik semacam ini sangat berbahaya. Mereka mencoba menegasikan peran kekuatan politik dan kelompok yang berseberangan, dengan stigma anti Pancasila.
Seakan hanya keluarga Soekarno dan para pendukungnya yang paling Pancasilais. Merekalah bangsa pilihan Tuhan di republik ini. Selain mereka, bukan penganut dan pengikut Pancasila.
Dalam konteks politik semacam inilah mengapa reaksi dari warga Minang mendapat dukungan begitu luas. Bukan hanya dari mereka yang berasal dari Minang. Tapi juga mereka yang merasa disingkirkan dengan stigma: anti Pancasila, radikal, dan intoleran.
Miri-mirip seperti bunyi pepatah: Karena Puan setitik, rusak suara se-Minang Raya……end