Scroll untuk baca artikel
Blog

Kasus Ruhut, Waktu yang Tepat Rekonsiliasi

Redaksi
×

Kasus Ruhut, Waktu yang Tepat Rekonsiliasi

Sebarkan artikel ini

Kasus Ruhut seharusnya tidak menjadi beban bagi penegak hukum untuk memeriksa dan memproses kasus dugaan rasisme Ruhut. Toh sebelumnya juga anasir buzzer, influencer dan juga pendukung pemerintah seperti Ferdinand Hutahean juga kasus pidananya bisa diproses.

Jangan sampai ada persepsi di masyarakat penegak hukum berat sebelah, timpang, pilih kasih atau tebang pilih. Seolah-olah hukum hanya tajam dan responsif kepada oposisi atau kelompok yang tidak mendukung atau berseberangan dengan pemerintah.

Dugaan rasisme dan penghinaan kepada masyarakat Papua tidak bisa dianggap enteng kendati dalam kadar yang sama. Bagi orang keturunan Arab atau Sunda dan Jawa sekalipun mungkin tak akan terluka bila dihinakan. Tetapi akan lain bila penghinaan dilakukan kepada masyarakat Papua karena sejarah rasisme Papua itu sangat panjang dan di sana ada luka yang sangat mendalam karena pernah ada campur tangan negara terutama saat Orde Baru. Karena itu unggahan Ruhut justru membangkitkan luka lama tersebut.

Laporan Panglima Komandan Patriot Revolusi (Kopatrev) Petrodes Mega MS Keliduan ke Polda Metro Jaya, Rabu (11/5/2022), murni soal dugaan kebencian antarsuku, ras dan golongan. Tak ada kaitannya dengan politik apalagi soal Anies.

“Ini bukan soal Anies Baswedan, tetapi persoalan pakaian adat Papua yang dijadikan bahan lelucon. Itu kan nilainya sakral dan bukan untuk bahan lelucon,” kata Pedrodes Mega kepada wartawan.

Dari kasus ini, saatnya elite nasional untuk segera mengambil inisiatif melakukan rekonsiliasi nasional agar pembelahan yang terjadi bisa diminimalisir dan tidak semakin membesar menjelang Pemilu 2024. Pembelahan yang merupakan residu dari Pilkada DKI Jakarta 2017 dan juga toksin dari Pemilu 2019 bila dibiarkan bisa membawa bangsa ini ke jurang perpecahan.

Berbagai upaya pemerintah untuk menggalang investasi dunia seperti yang dilakukan Presiden Jokowi dengan cara menyatroni langsung markas Elon Musk di Amerika Serikat dan juga ikhtiar Anies Baswedan yang meneken kerja sama energi dan transportasi hijau dengan Eropa hanya akan sia-sia bila bangsa ini terpecah.

Karena itu Presiden Jokowi dan Anies Baswedan juga tokoh lainnya harus berinisiatif dan bersama-sama untuk mengajak para pendukungnya melupakan stigma dan perpecahan demi Indonesia.

Lupakan perpecahan yang destruktif dan songsong kelimpahan bonus demografi yang diperkirakan puncaknya pada 2030 serta Indonesia Emas 2045 yang lebih produktif.

Jayalah Indonesia Raya!