Drost, seorang pengamat dan praktisi pendidikan berpendapat, hanya 30 – 40 % dari lulusan SD yang mampu dan siap mengikuti jenjang SMP. Sisanya, secara alamiah mayoritas siswa akan mengalami kesulitan. Mereka bukan bodoh. Potensi kecerdasan mereka pada wilayah kecerdasan lain, tapi pilihan itu tak ada.
Penjenjangan sekolah itu menjadi tidak rasional dan problem. Menyatukan dalam satu keranjang antara yang mampu dan tak mampu bisa dipastikan mutu pendidikan secara umum akan rendah. Kondisi ini menjadi bisa dipahami mengapa indikator seluruh survei (nasional dan internasional) rendah.
Masalah seriusnya tidak sampai disitu. Pendidikan kita seperti kata Eintein, ikan sampai kapanpun tampak bodoh jika arenanya memanjat. Pun dengan kuda yang harusnya lincah berlari, tapi akan tampak bodoh ketika ajangnya memanjat.
Namun apa daya, tak ada pilihan bagi ikan atau kuda selain memanjat. Mayoritas lulusan SD yang beragam potensi kecerdasannya harus masuk satu jalur saja. Mereka pasti tak berkembang, tertekan dan tampak bodoh sampai kapanpun. Kondisi ini bisa menjadi satu sinyal kecil saja dari dinamika kebijakan Merdeka Belajar.