Terakhir, Farouk menjelaskan bahwa dewasa ini ada dua negara besar, AS dan China, yang diproyeksikan oleh IMF mempunyai pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi di 2021 (7.0% dan 8.1% masing-masing) dan diproyeksikan oleh World Bank menjadi stimulan pertumbuhan ekonomi dunia dan akan berkontribusi lebih dari satu per empat dari pertumbuhan global di 2021.
“AS berkontribusi hampir tiga kali dari rata-rata kontribusinya di tahun 2015-19, justru tidak menerapkan kebijakan sertifikat vaksin,” ujar pria yang menyelesaikan gelar MBA bidang Perbankan Internasional dari Universitas Birmingham, Inggris.
Kebanyakan negara bagian di AS, kata Farouk, tidak mewajibkan vaksin bagi warganya. Bahkan ada 20 negara bagian di AS yang melarang vaccine passports di AS.
“Kebijakan vaksinasi di Amerika Serikat adalah menggunakan pendekatan voluntary dengan berbagai insentif, termasuk insentif moneter, bagi yang melakukannya. Hal yang sama dilakukan National Health Commission, China, yang mengedepankan pendekatan informed, consented, and voluntary,” tambah mantan Direktur Bank Muamalat ini.
Dari empat poin di atas, Farouk melihat bahwa untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional yang mulai terjadi di kuartal-II 2021, sudah selayaknya kebijakan sertifikat vaksinasi dikaji ulang.
Farouk menilai kebijakan ini bisa berdampak buruk terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan akhirnya perekonomian nasional. Unsur pemaksaaan juga dapat melanggar prinsip kebebasan sipil (civil liberty).
“Penerapan kewajiban sertifikat vaksin ini sama saja dengan mematikan sekitar 77% potensi ekonomi nasional dibanyak sektor. WHO pun telah mengkritik pemerintah terkait sertifikat vaksin di tengah ketimpangan vaksinasi antara satu daerah dan daerah lainnya,” kata pemegang MA bidang Ekonomi dari New York University ini.
“Jangan sampai kebijakan restriktif seperti sekarang ini justru menimbulkan bunuh diri ekonomi (economic suicide) yang berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat. Belum lagi aspek ketidak-adilan sosial yang akan ditimbulkannya mengingat ketimpangan distribusi vaksin antarwilayah,” imbuhnya. [dmr]