Kehadiran kitab-kitab terjemahan itu, sekali lagi sangat membantu posisi saya yang bukan santri, dan tidak familiar dengan tradisi pesantren (salaf), untuk memahami sari kitab pesantren. Tiada lagi kendala baca kitab. Sungguh, rasa kitab kuning tidak lagi horor karena sudah beralihrupa menjadi kitab putih. Dan, lagi-lagi tiada alasan untuk tidak mengaji.
“Lah, bukankah saban Rabu malam kamu sudah ikut Nagji Hikam di kediaman Yai Sholah? Bersama Yai Sholah?” tukas Rahma, istri saya, yang diam-diam ternyata menyimak gumaman ini.
Ungaran, 19/09/2021