Scroll untuk baca artikel
Blog

Kekuasaan, Oligarki, & Masa Depan Demokrasi Kita

Redaksi
×

Kekuasaan, Oligarki, & Masa Depan Demokrasi Kita

Sebarkan artikel ini

SIAPA sebenarnya yang paling berkuasa dalam menentukan arah bangsa ini? Apakah presiden? Apakah orang-orang berpengaruh di sekitar presiden? Atau para ketua partai politik?

Tentu tidak mudah menjawab pertanyaan tersebut, karena kekuasaan itu sangat relatif. Kekuasaan bukan saja ada ada di tangan mereka yang berpengaruh secara politik atau ekonomi. Kekuasaan juga melekat pada orang-orang yang menguasai pengetahuan dan teknologi.

Terlepas seperti apa kekuasaan itu bekerja, tulisan ini ingin melihat kekuasaan itu sebagai kemampuan untuk memengaruhi (the ability to influence).

Kemampuan untuk memengaruhi ini tentu saja tidak dimiliki oleh sembarangan orang. Ada kriteria tertentu yang membuat seseorang atau sekelompok orang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, dan tidak dimiliki oleh sekelompok orang lainnya.

Karena itu, Max Weber, menyebutkan kekuasaan dengan istilah otoritas, dan membaginya menjadi tiga, yakni otoritas tradisional, otoritas kharismatik, dan otoritas legal-rasional.

Otoritas tradisional biasanya berkembang dalam masyarakat tradisional yang terikat pada sistem kepercayaan (beliefs), nilai-nilai (values), dan norma-norma (norms) tradisional.

Otoritas kharismatik biasanya melekat pada individu-individu yang mempunyai kemampuan luar biasa, dan mengeluarkan aura kharismatik di kalangan pengikutnya. Otoritas kharismatik ini biasanya berlaku seumur hidup bagi sang tokoh.

Sementara otoritas legal-rasional merupakan otoritas yang dilegitimasi oleh sebuah sistem kekuasaan modern, dan berlandaskan pada aturan legal-rasional. Seorang presiden, gubernur, dan jabatan politik lainnya adalah mereka yang memegang otoritas legal rasional, di mana dalam sistem demokrasi, otoritas ini diatur batas-batasnya.

Otoritas tradisional mulai sulit kita temui dalam dunia modern saat ini, kecuali dalam komunitas-komunitas terasing dan masih mempertahankan pola hidup tradisional, seperti komunitas Badui di Banten.

Sedangkan otoritas kharismatik banyak kita temui pada tokoh-tokoh informal seperti ulama, kiai, pendeta, paus, tokoh ormas di depan pengikutnya, dan sebagainya.

Tokoh-tokoh yang mempunyai kekayaan ekonomi luar biasa juga bisa menjelma menjadi tokoh kharismatik di kalangan orang-orang di sekitarnya—Sering kali tokoh legal-rasional juga merupakan mereka yang sebelumnya mempunyai otoritas kharismatik di kalangan pengikutnya.

Bagaimana dengan mereka yang berjuang untuk sukses, namun tidak mempunyai otoritas kharismatik, dan sejenisnya. Apakah bisa meraih otoritas legal-rasional?

Dalam sistem demokrasi, hal ini bisa dilakukan, makanya Weber mengembangkan konsep tentang status yang dibagi menjadi ascribed status dan achieved status. Ascrribed status merupakan status yang dimiliki seseorang karena faktor keturunan dan nama besar keluarga. Sedangkan achieved status merupakan status yang diraih seseorang melalui kerja keras, yang didukung oleh kapasitas pribadi.

Dalam politik kita, cukup banyak tokoh-tokoh politik yang lahir karena faktor keturunan dan pengaruh jaringan keluarga (ascribed status).

Tokoh-tokoh seperti itu biasanya disebut dengan anak biologis. Mereka sering kali tidak mempunyai kapasitas intelektual dan kapasitas kepemimpinan yang memadai. Namun, mereka bisa berkuasa secara formal (legal-rasional) dengan menggunakan akses dan nama besar keluarganya.

Demikian juga individu-individu dan kelompok masyarakat tertentu yang berhasil membangun kekuatan ekonomi, adalah mereka yang mempunyai achieved status. Sistem politik elektoral yang mahal, membuat mereka yang punyai kekuasaan ekonomi, bisa memengaruhi kekuasaan formal (legal-rasional).