Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat dari Kementerian Kesehatan, dr. Imran Agus Nurali, Sp.KO mengatakan, populasi usia 15 tahun ke atas yang merokok merupakan prevelansi tertinggi di antara negara-negara di ASEAN.
BARISAN.CO – Industri tembakau berdampak buruk bagi lingkungan. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), 600 juta pohon ditebang dan 22 miliar liter air digunakan untuk memproduksi rokok serta 84 juta ton emisi CO2 dilepaskan ke udara yang meningkatkan suhu global. Selain itu, WHO menyebut, setiap tahunnya, rokok membunuh lebih dari 8 juta orang.
Tahun lalu, industri rokok berinvestasi lebih dari US$9 miliar untuk mengiklankan produknya. Salah satu targetnya adalah kaum muda.
Dalam memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2022, Indonesian Youth Council for Tobbaco Control (IYCTC) mengadakan Indonesian Youth Summit on Tobacco Control 2022. Acara ini diselenggarakan sebagai bentuk aspirasi kaum muda yang menjadi target industri rokok demi mendapatkan replacement smoker dalam keberlangsungan bisnisnya.
Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat dari Kementerian Kesehatan, dr. Imran Agus Nurali, Sp.KO mengatakan, populasi usia 15 tahun ke atas yang merokok merupakan prevelansi tertinggi di antara negara-negara di ASEAN.
Imran mengungkapkan, penyebab tingginya perokok dari anak muda antara lain, ialah akses yang mudah, keterpaparan iklan rokok, besaran GWH belum cukup efektif mencegah orang merokok, belum semua daerah menerbitkan regulasi KTR (Kawasan Tanpa Rokok) dan implementasi regulasi daerah belum optimal, serta merebaknya rokok elektronik dan semakin meluasnya akses melalui HPTL (Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya).
Dia mengungkapkan, 75% perokok di Indonesia mulai merokok pada usia kurang dari 20 tahun, 23,1% mulai merokok di usia 10-14 tahun, dan di atas usia 15-19 tahun sebanyak 52,1%. Persentase tersebut terbilang mengejutkan. Terlebih, saat usia tersebut mereka akan membawanya sampai dewasa.
Dalam paparannya, Imran menyampaikan, rokok elektrik menjadi beban ganda remaja di Indonesia.
“Berdasarkan data antara tahun 2016 hingga 2018, peningkatan perokok elektrik pada remaja lebih tinggi dibanding prevalensi dewasa,” kata Imran pada Sabtu (21/5/2022).
Lebih dari 65% pelajar SMP dan SMA mengonsumsi rokok elektrik karena penasaran atau rasa ingin tahu. Alasan lainnya karena ingin mengurangi atau membantu berhenti konsumsi rokok konvensional dan teman serta kerabat menggunakan dan memberikannya kepada mereka.
Imran menegaskan, rokok tidak membuat kehidupan masyarat menjadi lebih baik. Dia mengutip data dari BPS tahun 2016 yang menyebut, konsumsi rokok pada rumah tangga termiskin tertinggi dibanding pengeluaran telur dan susu, daging, serta kesehehatan.
“Siapa yang bilang meningkatkan ekonomi? Malah memiskinkan masyarakat,” tegas Imran. [rif]