Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Kenaikan Harga Pangan Jadi Pukulan Ganda Masyarakat

Redaksi
×

Kenaikan Harga Pangan Jadi Pukulan Ganda Masyarakat

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Data Analyst Continuum Data Indonesia, Natasha Yulian mengatakan kenaikan harga terjadi setelah sebelumnya ada kelangkaan minyak goreng. Kenaikan harga-harga di bulan puasa dan menjelang hari raya disebutkan menjadi “doule killed” atau pukulan ganda kepada masyarakat.

“Kenaikan minyak goreng (64,29%) menjadi kenaikan paling tinggi dari enam bahan pokok lainnya seperti daging, Pertamax, daging ayam, LPG non subsidi dan kedelai,” imbuhnya pada diskusi public INDEF – Continuum dengan tema Keluh Kesah Masyarakat, Saat Harga Pangan dan Energi Meningkat, Kamis (15/4/2022).

Proses Analisis data pendapat masyarakat di media sosial dilakukan pertama dengan menyimak twit-twitt netizen di media sosial, setelah itu dilakukan pembersihan twit media dan buzzer sehingga tercapai buzzer free.

Lalu dilakukan analisi ekplosur perbincangan, analisis sentimen dan analisis topik perbincangan. Perbicangan kenaikan harga-harga tercatat memuncak pada 31 Maret 2022.

Dari proses analisis data tersebut, Natasha menyampaikan data perbicangan pada 30/02/22 – 10/04/22 terekam berasal dari 95.057 perbincangan dari 81.083 akun twitter. 76% berasal dari Pulau Jawa, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Banten.

“69% perbincangan berisi keluhan masyarakat terhadap kenaikan harga terhadap berbagai komoditas di pasaran. Kedelai memiliki respon positif lebih besar. Sentimen negatif terjadi pada harga daging 88,57%, Pertamax 84,87%, LPG 83,99%, Minyak goreng 69,285,” terangnya.

Menurut Eisha M Rachbini, secara analisis dari sudut pandang perekonomian, kenaikan harga komoditas disebabkan oleh dua hal.

Pertama, Setelah meredanya pandemic covid 19 di dunia yang menyebabkan terhentinya semua aktivitas ekonomi dan sosial, permintaan yang berangsur pulih dari konsumen akan komoditas minyak goreng belum disambut memadai oleh sisi supply.

“Hal itu terjad Karena kecepatan demand tidak dapat diimbangi oleh faktor produksi di industri karena masih terhambat akibat terhentinya produksi karena pandemic,” ujar Kepala Center of Digital Economy and SME’s INDEF ini.

Kedua, terjadi disrupsi supplu chain, di mana selama pandemi terjadi layoff shipping firm yang mengganggu distribusi barang di seluruh dunia. Akibatnya supply terhambat dan tidak memenuhi permintaan pasar barang dan jasa yang mulai berangsur pulih.

“Ditambah lagi saat ini terjadi perang Rusia dan Ukraine yang langsung mendorong kenaikan harga minya bumi  di atas 100 USD per barel. Begitu pula harga komoditas yang lain seperti CPO, batubara, nikel dan kakao,” sambungnya Eisha.

Eisha mengatakan kenaikan harga mengakibatkan inflasi tinggi yang berdampak pada beban harga produksi pada industri menjadi meningkat. listrik, LPG, BBM.

Disarankan kepada pemerintah untuk memperhatikan bantuan sosial kepada masyarakat kurang mampu. Khususnya ketika terjadi shock harga-harga.

“Subsidi berfungsi agar masyarakat tidak jatuh lebih dalam kepada kemiskinan. Meski itu artinya, subsidi pemerintah akan naik dan beban anggaran pemerintah bertambah,” pungkasnya. [Luk]