Komnas HAM menemukan fakta adanya praktik kekerasan di dalam kerangkeng rumah Bupati Langkat.
BARISAN.CO – Kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin alias Cana, menggegerkan publik. Diduga sel manusia itu digunakan untuk menampung para pekerja kebun kelapa sawit. Namun hal berbeda disampaikan oleh Cana.
Sebelum terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, Cana sempat berbincang tentang kerangkeng manusia ini lewat YouTube resmi Pemkab Langkat pada 27 Maret 2021. Diakui Cana, tempat itu sengaja ia buat sebagai panti rehabilitasi narkoba.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam menuturkan hasil pemeriksaan terhadap beberapa saksi dan korban mengungkapkan soal praktik kekerasan di dalam kerangkeng rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. Praktik kekerasan ini diduga hingga menelan korban jiwa lebih dari satu nyawa.
“Kami temukan dengan informasi yang solid, ada tindak kekerasan yang sampai menghilangkan nyawa. Dan korban yang menghilangkan nyawa ini lebih dari satu,” kata Anam melalui keterangannya, Minggu (30/1).
Selain itu, Anam juga mengatakan pernyataan-pernyataan yang diterima Komnas HAM didapatkan dari beberapa pihak dan terkonfirmasi oleh lebih dari dua orang.
“Lebih dari dua orang yang mengatakan bahwa memang kematian tersebut ditimbulkan dari tindak kekerasan, dan bagaimana kondisi jenazah, juga kami mendapatkan keterangan lebih dari dua saksi,” jelasnya.
Dirinya juga menuturkan bahwa Komnas HAM telah menemukan sejumlah alat dan metode yang digunakan untuk kekerasan, termasuk pelaku tindakan kekerasan tersebut. Walaupun Anam belum menuturkan secara rinci, namun ia menyebutkan berbagai istilah seperti “MOS-DAS” atau “dua setengah kancing”.
“Termasuk istilah-istilah kekerasan itu berlangsung, misalnya kaya “MOS-das atau dua setengah kancing” jadi ada istilah-istilah seperti itu dalam konteks kekerasan, penggunaan kekerasan,” ujar Anam.
Tidak hanya itu, rupanya BNN Kabupaten Langkat juga mengetahui lokasi tersebut. Mereka pernah melakukan pengecekan pada tahun 2016 dan meminta Terbit untuk mengurus surat perizinan.
“Namun sampai sekarang tempat itu memang tidak di-follow up perurusan izinnya. Bisa dikatakan tempat itu tidak memiliki izin resmi atau tempat illegal,” tutup Anam. [ysn]