Scroll untuk baca artikel
Blog

Keraton Solo Kembali Memanas, Begini Sejarah Konfliknya Sejak 2004

Redaksi
×

Keraton Solo Kembali Memanas, Begini Sejarah Konfliknya Sejak 2004

Sebarkan artikel ini

Meski sudah ada rekonsiliasi, kisruh Keraton Solo belum berakhir. Sejumlah keturunan PB XII menolak rekonsiliasi dan mendirikan Lembaga Dewan Adat Keraton.

Lembaga itu memberhentikan sang raja. Lembaga Dewan Adat Keraton Solo berpandangan selama memerintah, Hangabehi beberapa kali melakukan pelanggaran. Salah satu pelanggaran yang sempat jadi perhatian adalah raja tersebut tersangkut tindak pelecehan seksual.

Dewan Adat melarang raja dan pendukungnya memasuki keraton. Sejumlah pintu masuk raja menuju gedung utama Keraton Solo dikunci dan ditutup dengan pagar pembatas. Akibatnya, PB XIII Hangabehi yang sudah bersatu dengan Tedjowulan tak bisa bertahta di Sasana Sewaka Keraton Solo.

Lembaga Dewan Adat sendiri didukung oleh GKR Wandansari, GKRAy Koes Moertiyah, GKR Retno Dumilah, GKR Indriyah serta putri PB XIII, GKR Timur Rumbai Kusumadewayanti dan lainnya.

2012: Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan berakhirnya konflik Keraton Surakarta yang didukung oleh pernyataan kesediaan melepas gelar oleh Panembahan Agung Tedjowulan, serta kesiapan kedua keluarga untuk melakukan rekonsiliasi, 4 Juni 2012.

Konflik kembali muncul saat Hangabehi dituduh melakukan tindakan pelecehan terhadap seorang gadis SMK berusia 15 tahun. Tidak pernah menjalankan atau mengikuti upacara adat, serta mengangkat pemberontak menjadi pejabat sehingga Lembaga Adat Keraton memberhentikannya dan mengangkat GPH Puger sebagai Pelaksana jabatan raja.

Tak digubris Hangabehi, Tedjowulan dan kerabat lainnya, seperti GPH Suryo Wicaksono, GPH Benowo dan GPH Dipokusumo, menyingkirkan Hangabehi dari keraton dan menempati Sasana Narendra menggalang kekuatan untuk melawan Lembaga Dewan Adat yang menguasai keraton.

Hangabehi digugat oleh salah satu anaknya, GKR Timoer Rumbai Kusuma Dewayani, dan keponakan bernama BRM Aditya Soerya Harbanu dengan alasan “telah melakukan tindakan melanggar hukum”. (15 Maret 2017)

Pada 15 April 2017, Putri Raja Keraton Solo, GKR Timoer Rumbai Kusuma Dewayani, dikurung di dalam keputren atau kediaman putri-putri raja terkait konflik keraton Solo.

Situasi kembali memanas pada tahun 2022, ketika PB XIII mengangkat putra mahkota dan permaisuri pada acara Tingalan Jumenengan ke-18 pada tanggal 27 Februari 2022.

Asih Winarni, istri ketiganya diangkat menjadi permaisuri (prameswari dalem) dengan gelar GKR Pakubuwono. Sedangkan anak dari permaisuri yakni KGPH Purboyo diangkat menjadi putra mahkota dengan gelar Kanjeng Gusti Adipati Anom Sudibyo Rajaputra Narendra Ing Mataram.

Pengangkatan tersebut menuai kritik dari kubu Lembaga Dewan Adat. Mereka menilai bahwa pengangkatan seorang permaisuri atau putra mahkota tidak boleh sembarangan, terlebih dengan memberi gelar “gusti” pada kedua belah pihak, untuk menghindari penyimpangan tertentu.