UPAYA lembaga survei atau kelompok penyigi secara sistematis dan masif untuk mendegradasi Partai Nasdem dan mem-framing Anies Rasyid Baswedan sebagai biang melorotnya elektabilitas partai besutan Surya Paloh, gagal total.
Logika paling sederhana pun memperlihatkan tidak mungkin ketika popularitas dan elektabilitas Anies terus meningkat, tidak berdampak atau berpengaruh sama sekali kepada Nasdem. Apalagi saat ini baru Nasdem yang secara resmi mendeklarasikan Anies sebagai Calon Presiden 2024. Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat masih menunggu momentum untuk bergabung.
Bukti lainnya, safari Anies dari mulai Medan, Yogyakarta, Ciamis, Tasikmalaya dan Palu yang disambut ribuan mungkin ratusan ribu bahkan jutaan orang secara cerdik dikapitalisasi Nasdem. Beragam atribut Nasdem di sejumlah kota tersebut otomatis mengerek popularitas dan kemudian elektabilitas Nasdem.
Pengunduran diri sejumlah kader Partai Nasdem — yang tidak ‘penting’ — karena partainya mengusung Anies sebagai Capres 2024 sama sekali tak berpengaruh. Aktivitas mereka di partai juga tidak terkaver media karena bukan bagian dari elite partai dan tidak selevel anggota DPR.
Di awal pendeklarasian Anies sebagai Capres 2024, hampir semu lembaga survei mempublikasikan temuannya, bahwa elektabilitas Nasdem melorot bahkan ada yang berani menyebut sampai di bawah ambang batas parliament threshold.
Namun, sejumlah petinggi Nasdem dalam setiap talkshow atau ditanya media selalu menanggapinya dengan santai dan optimistis. Mereka tidak terpancing dengan agenda dan framing lembaga survei yang menurut Menko Polhukam Mahfud MD dalam Munas KAHMI di Palu, Sulawesi Tengah, banyak yang dibayar. Artinya disewa oleh kelompok kepentingan tertentu untuk menggiring opini publik.
Rupanya, lembaga survei pun tidak selamanya dapat berbohong karena lama-lama juga ketahuan karena publik dapat dengan langsung menyandingkannya dengan kenyataan di lapangan. Upaya membohongi publik dengan survei yang sesat juga hanya akan mematikan lembaga survei tersebut karena tidak lagi dipercaya masyarakat.
Panggung Anies Tambah Luas
Sebelumnya banyak yang berasumsi popularitas dan elektabilitas Anies akan melorot setelah lengser jadi Gubernur DKI Jakarta. Karena itu Anies ‘dikudeta’ dengan aturan yang memungkinkan Anies tidak bisa menjabat dua periode.
Intinya, panggung Anies harus dirobohkan sehingga tidak memiliki lagi podium. Namun, dugaan itu meleset dan justru malah panggung Anies semakin luas tidak hanya sebatas di Jakarta. Anies semakin leluasa untuk mengunjungi daerah dan kota dengan dalih apapun. Kendati untuk beberapa acara Anies tidak bisa hadir karena adanya ancaman dan boikot kepada panitia.
Ditambah lagi kini Partai Nasdem pun sepertinya tidak canggung kepada Presiden Jokowi kendati memiliki beda haluan politik. Kader Partai Nasdem kini lebih all-out. Ini bisa dilihat dari keterlibatan mereka di sejumlah daerah yang dikunjungi Anies.
Hasilnya, lembaga survei Indopol sudah mempublikasikan bahwa elektabilitas Anies sudah melonjak drastis menyentuh angka 30,33 persen menyalip Ganjar Pranowo yang hanya sekira 25 persen.
Begitu juga dengan SMRC kendati masih malu-malu, menyebut popularitas Anies mengungguli capres lainnya. SMRC sepertinya masih hati-hati untuk mengucapkan kata elektabilitas.
Lembaga survei Median menyebutkan elektabilitas Nasdem pun kini berada di angka 7,4 persen. Peningkatannya cukup tajam dari hasil Maret 2022 yang hanya 4,5 persen.
Perjalanan Partai Nasdem dan Anies, separuh jalan pun belum. Masih pemanasan. Safari politik kini berlanjut menyasar Sumatra dimulai dari Aceh. Sambutan Anies diperkirakan akan melebihi acara sebelumnya karena di sana adalah basis pemilih Nasdem dan juga Anies sekaligus basis mereka yang kecewa kepada Prabowo Subianto yang bergabung dengan Pemerintah.