Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Ketimpangan Kekayaan Di Indonesia

Redaksi
×

Ketimpangan Kekayaan Di Indonesia

Sebarkan artikel ini

KETIMPANGAN ekonomi merupakan konsep tentang ketidaksetaraan baik dalam hal status, maupun kesempatan. Ada beberapa indikator yang bisa dipakai mengukur ketimpangan ekonomi antar penduduk suatu negara. Otoritas ekonomi Indonesia memakai rasio gini berdasar data pengeluaran dalam narasi kebijakannya. Namun, rasio gini itu sendiri sebenarnya bisa diukur dari data lainnya, seperti pendapatan dan kekayaan.

Sifat data kekayaan berbeda dengan pendapatan atau pengeluaran. Pendapatan atau pengeluaran bersifat arus (flow) selama kurun waktu tertentu, seperti sebulan atau setahun. Sedangkan kekayaan bersifat sediaan (stock) pada tanggal tertentu, misalnya pada tanggal 31 Desember 2021 atau akhir tahun.

Sayangnya, tidak tersedia data resmi tentang pendapatan penduduk maupun kekayaan penduduk di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur tingkat ketimpangan berdasar data pengeluaran atau konsumsi penduduk. Data BPS terutama bersumber Survei ekonomi nasional (Susenas) yang rutin dilaksanakan pada bulan Maret dan September tiap tahunnya.

Lembaga yang menghitung dan menyajikan data tentang kekayaan penduduk dan rumah tangga berbagai negara secara rutin adalah Credit Suisse, suatu korporasi keuangan internasional. Laporannya yang dikenal luas dan banyak dikutip adalah the Global Wealth Reports dan Global Wealth Databook yang dipublikasi tiap tahun. Data tentang Indonesia, termasuk dalam laporan tersebut.

Kekayaan dimaksud mencakup aset finansial dan aset nonfinansial, seperti tanah, rumah, mobil, dan lainnya. Credit Suisse mengaku menghitungnya berdasar data resmi, data perbankan, data pasar modal, serta investigasi yang mereka lakukan. Termasuk wawancara kepada beberapa pihak, terutama yang memiliki kakayaan sangat besar dari berbagai negara.

Pada tahun 2021, Indonesia dilaporkan memiliki jumlah penduduk dewasa (berusia 20 tahun ke atas) sebanyak 183,74 juta orang dengan total kekayaan US$3.405 milyar. Dengan demikian, rata-rata kekayaan per penduduk dewasa sebesar US$18.534.

Mereka yang memiliki kekayaan di atas US$10.000 dilaporkan sebanyak 66,8%. Sedangkan yang memiliki kekayaan US$10 ribu-100 ribu sekitar 31,0%, dan memiliki kekayaan US$100 ribu-1 juta sekitar 2,0%. Hanya terdapat 191 ribu orang (0,1%) yang memiliki kekayaan di atas US$1 juta.

Dari data distribusi kekayaan penduduk dewasa Indonesia, Credit Suisse menghitung Gini Ratio nya sebesar 0,782. Jauh lebih tinggi dari rasio gini BPS yang berdasar data pengeluaran sebesar 0,381 (September 2021) dan 0,384 (Maret 2022).

Dilihat dari distribusi tiap kelompok 10% (desil) penduduk dewasa, tercatat desil 10 atau yang tertinggi memiliki porsi kekayaan sebanyak 67% dari total kekayaan. Sedangkan yang terendah atau desil 1 memiliki porsi kekayaan minus 0,1%. Dengan kata lain, kelompok desil terendah ini justeru memiliki utang (kewajiban) yang lebih banyak dari kekayaannya.

Dari data tersebut disajikan pula porsi 40 persen kelompok penduduk dengan kekayaan terbawah (desil 1-4) sebesar 2,1%. Sedangkan 30 persen kelompok menengah sebesar 6,6%, dan 30 persen dari kelompok teratas mencapai 87,6%.

Kondisi ini juga dapat dibandingkan dengan data BPS atas pengeluaran penduduk per Maret 2022. Pengeluaran 40 persen kelompok terbawah memiliki porsi sebesar 18,06%, atau jauh lebih rendah dari porsi kekayaan versi Credit Suisse yang sebesar 2,1%. Sedangkan pengeluaran 30 persen dari kelompok teratas sebesar 46,20% atau jauh lebih kecil dari porsi kekayaan yang sebesar 87,6%.

Kondisi umum ketimpangan kekayaan juga tergambarkan oleh rata-rata (mean) kekayaan penduduk dewasa Indonesia yang mencapai US$18.534. Padahal titik tengah (median) nilai kekayaan di posisi tengah jika diurutkan dari 183.735 orang penduduk dewasa itu hanya US$5.030. Dengan kata lain, sangat banyak yang kekayaannya di bawah rata-rata.