“SUBSIDI BBM itu sudah sangat terlalu besar, dari Rp170an triliun sekarang sudah Rp502 triliun. Negara manapun gak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu,” kata Presiden Jokowi pada Senin, 1 Agustus 2022. Presiden Jokowi menyatakan kembali hal serupa pada pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 2022. Kali ini berbunyi, “Pemerintah mampu memberikan subsidi BBM, LPG, dan listrik sebesar Rp502 triliun di tahun 2022.”
Dua hari kemudian, Presiden Jokowi diberitakan memerintahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menghitung ulang kemampuan APBN dalam menahan harga BBM jenis Pertalite dan Solar bersubsidi di tengah lonjakan harga minyak mentah dunia.
Tentu saja Presiden menyampaikan sesuatu setelah memperoleh informasi dari para bawahannya, termasuk Sri Mulyani. Bahkan, Sri Mulyani sudah mengungkap hal itu kepada publik pada 23 Juni 2022, ketika merilis laporan APBN Kita. Dikatakan, pemerintah telah menambah anggaran subsidi energi dan kompensasi mencapai Rp520 triliun untuk tahun 2022. Pengajuan diklaim sebagai konsekuensi langkah pemerintah yang tidak menaikkan harga BBM, LPG, dan tarif listrik meski harga energi dunia naik tinggi.
Ada dua hal yang perlu diperjelas terlebih dahulu dalam perbincangan tentang soalan ini. Pertama, subsidi BBM hanya salah satu komponen dari subsidi energi, dan subsidi energi merupakan salah satu item dari belanja subsidi. Dengan kata lain, sebagian penjelasan dan diskusi bercampur aduk.
Pada APBN 2022, subsidi BBM Tertentu dialokasikan sebesar Rp11,3 Trilyun. Subsidi energi yang jauh lebih besar adalah pada LPG tabung 3 Kg (Rp66,3 Trilyun) dan subsidi listrik (Rp56,6 Trilyun). Total subsidi energi mencapai Rp134 Trilyun.
Pada APBN Perubahan 2022 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No.98/2022, besaran alokasi diubah. Yaitu: subsidi BBM Tertentu (Rp14,6 Trilyun), LPG tabung 3 Kg (Rp134,8 Trilyun) dan subsidi listrik (Rp59,5 Trilyun). Total subsidi energi melonjak menjadi Rp208,9 Trilyun.
Perlu diperhatikan, subsidi energi memang ditambah sekitar Rp74,9 Trilyun atau 55,90% dari alokasi semula. Namun, subsidi BBM jenis tertentu hanya bertambah Rp3,3 Trilyun atau 29,20% dari alokasi semula.
Kedua, istilah atau numenklatur dalam APBN tentang subsidi berbeda dengan yang menjadi narasi Pemerintah kepada publik. Penjelasan Pemerintah menambahkan besaran subsidi dengan apa yang disebut kompensasi.
Belanja subsidi (dalam PMK No.102/2018) didefinisikan sebagai alokasi anggaran yang cliberikan Pemerintah kepada perusahaan negara, lembaga Pemerintah atau pihak ketiga lainnya yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan/ atau jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak seclemikian rupa sehingga harga jualnya dapatdijangkau oleh masyarakat.
Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada masyarakat melalui perusahaan negara dan/ atau perusahaan swasta yang cliberikan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN).
Disebutkan bahwa subsidi terdiri dari Subsidi Lembaga Keuangan dan Subsidi Lembaga NonKeuangan. Sedangkan subsidi Lembaga NonKeuangan dimaksud terdiri dari subsidi Energi dan subsisi Non-Energi.
Sebagaimana disebut di atas, Perpres No.98/2022 mengalokasikan subsidi energi sebesar Rp208,9 Trilyun. Wajar jika banyak pihak yang mempertanyakan pernyataan subsidi energi, bahkan sempat disebut subsidi BBM saja, yang mencapai lebih dari Rp500 Trilyun.
Pemerintah telah menjelaskan, meski tidak cukup rinci dan tegas, bahwa ada pengeluaran atau belanja APBN yang disebut sebagai Dana Kompensasi. Istilah kompensasi tidak tercantum secara langsung dalam rincian alokasi APBN 2022 maupun Perpres No.98/2022. Yang tercantum adalah jenis belanja lain-lain sebagai salah satu dari delapan jenis belanja Pemerintah Pusat.