KODRAT
Pasti akan musnah, suara itu. Detik di dinding rumahmu. Dan matamu tak bisa mencari. Dan telingamu tak lagi peduli.
Pasti akan musnah, cahaya itu. Yang menembus hitam retina matamu. Dan kamu katakan tentang keindahan. Pun saat bunga dan daun mulai rontok, jatuh melunglai di telapak tanganmu. Masih kamu tak tahu tentang sebuah isyarat waktu.
Mungkin, saat jari jemarimu mulai bergetar. Memunguti beberapa kelopak bunga sisa terbakar. Dan angin lupa menyingkirkannya menjauh dari pandangan matamu. Baru kamu mengerti. Atau saat kamu pandang cermin.
Ada yang mencarimu di sela-sela keriput dahimu. Ada yang sembunyi-sembunyi mencarimu disibak rambutmu yang mulai beruban. Ini bukan tentang selusin masa lalu atau sentimentil sebuah kenangan. Namun ada detak di jantungmu yang memanggil detik untuk menghitung mundur usia. Saat akhir waktu tak bisa diterka.
Dan detik di dinding rumahmu mulai membisu. Saat detak tak lagi mengeram di jantungmu.
Kaliwungu, 2022
KUTUNGGU KAMU DI HALTE BUS ITU
/1/
Hujan seolah tak ingin berhenti. Atau sekadar istirah sejenak agar daun-daun bangkit berdiri. Hingga tinggal suara gerimis membentur asbes lirih melindap di rahim malam; sunyi.
Hujan seolah tak ingin berhenti. Rembulan telanjang. Sembunyi di balik malam. Doa-doa berkelebat ingin segera terang. Hingga rembulan tak lagi telanjang. Berganti gaun dengan warna emas berkilauan. Dipeluk selimut malam. Dan kemarau tak lekas-lekas beranjak pulang.
/2/
Hujan seolah tak ingin berhenti. Mataku berputar mencari wajahmu di antara orang-orang berdiri; tak ada kamu. Jam di pergelangan tanganku telah lewat pukul tujuh. Suara azan mulai terdengar merayap pelan. Mengajakku menekuri sebuah genangan. Tepat di samping halte bus itu. Kutidurkan cemas agar suara gemuruh di dadaku tak semakin beringas. Berharap kamu secepatnya pulang. Sebelum air genangan semakin melebar memenuhi sepanjang jalan. Jalan pertemuanku denganmu. Di halte bus itu. Di antara orang-orang berdiri, menelan hujan, membenamkannya pada sepi.
Hujan seolah tak ingin berhenti. Rembulan telanjang semenjak tadi. Wajahkupun mulai pucat pasi. Menunggumu datang malam ini.
Kaliwungu, 2022
SEBAB KAU KEKASIHKU
Diammu adalah maut bagiku.
Meski segala luka ini telah pun tertambal sempurna.
Mungkin hanya secuil kenangan tersisa.
Kenangan yang mulai melapuk termakan usia.
Usang dan tak untuk kembali diperbincangkan.
Dan murungmu adalah lautan bangkai tubuhku.
Tersingkir di tepian.
Telentang, menunggu disantap sang elang.
Sebab, kau kekasihku yang menjeram di jantungku.
Diam dan murungmu adalah kematian bagiku.
Kaliwungu, 2022