Kementerian BUMN biasa mengatakan kontribusi utama BUMN antara lain adalah pada penerimaan pajak. Klaim demikian disampaikan pula oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dikatakan kontribusi BUMN terhadap penerimaan pajak pada era tahun 2010 sampai dengan tahun 2020 telah mencapai Rp1.709,8 triliun.
Besaran kontribusi itu sendiri berfluktuasi tiap tahun. Pada 2010 masih sebesar Rp76 triliun, dan bertambah sangat besar hingga mencapai Rp197 triliun pada tahun 2016. Sempat menurun menjadi Rp165 triliun pada tahun 2017. Kembali meningkat menjadi Rp191 trilun pada tahun 2020.
Meskipun klaim tersebut berdasar data, namun bisa diperdebatkan jika dianggap sebagai prestasi atau kinerja. Bisa saja dikatakan bahwa jika sebagian sektor atau lapangan usaha dari BUMN itu diselenggarakan oleh swasta atau koperasi juga akan membayar pajak. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan membayar lebih banyak jika kinerja keuangannya ternyata lebih baik.
Begitu pula dengan penjelasan peran BUMN dalam perkembangan investasi di Indonesia. Kadang disebut adanya pengeluaran investasi (capital expenditure) yang besar dari BUMN.
Salah satu soalan yang mulai tampak dalam hal pengelolaan BUMN selama beberapa tahun terakhir karena makin banyaknya penugasan adalah meningkat pesatnya utang beberapa BUMN. PMN yang diberikan antara lain memang dimaksudkan agar mereka bisa berutang lebih banyak.
Peningkatan posisi utang memiliki konsekwensi makin besarnya beban pembayaran utang. Baik pelunasan utang pokok, maupun pembayaran bunga tiap tahunnya. Risiko bagi BUMN bersangkutan ataupun kondisi perekonomian secara keseluruhan terutama terkait utang kepada pihak luar negeri.
Utang Luar Negeri (ULN) BUMN tercatat naik dari US$ miliar pada akhir tahun 2014 menjadi US$58,91 miliar pada akhir tahun 2021. Sebagian besarnya, sekitar 79,32% merupakan ULN BUMN yang bukan lembaga keuangan. Berbeda dengan utang dalam negeri, yang memiliki porsi Dana Pihak Ketiga di bank BUMN cukup besar.
Sebagai bagian dari kekayaan negara yang dipisahkan sebenarnya keuangan Pemerintah tidak secara langsung terkait dengan kinerja keuangan BUMN. Umpama ada yang kesulitan membayar kewajiban utang atau bahkan gagal bayar. Akan tetapi, biasanya Pemerintah tidak lepas tangan begitu saja. Biasanya dengan alasan pertimbangan agar tidak kehilangan aset ataupun alasan strategis lainnya.
Kondisi keuangan terkini dari beberapa BUMN berskala besar sedang kurang atau tidak baik. Baik karena dampak pandemi, maupun akumulasi dari kinerja sebelumnya. Tampak bahwa pengelolaan APBN cukup terbebani. Baik dengan memberi PMN secara langsung maupun PMN kepada BUMN dan badan lainnya yang akan membantu pembiayaan. [rif]