Meski pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh 2,02% dibandingkan tahun 2020, tapi masih lebih rendah dibandingkan tahun 2019. Dengan demikian, secara riil belum kembali pada tingkat konsumsi tahun 2019.
BARISAN.CO – Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021 sebesar 3,69% diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada jumpa pers Senin siang (07/02/2022). BPS antara lain menjelaskan tentang komponen pembentuknya dari sisi pengeluaran.
Angka pertumbuhan ekonomi yang dirilis oleh BPS berasal dari perhitungan besaran pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama setahun. Nilai PDB atas dasar harga berlaku pada tahun 2021 sebesar Rp16.970,8 triliun.
BPS kemudian menentukan Nilai PDB atas dasar harga konstan dengan memperhitungkan PDB deflator yang memakai tahun 2010 sebagai tahun dasar. Diperoleh nilai PDB harga konstan tahun 2021 sebesar Rp11.118,9 triliun. Persentase perubahannya dibanding nilai tahun 2020 disebut pertumbuhan ekonomi.
Seluruh nilai tambah output atau barang dan jasa yang diproduksi secara teoritis dapat ditelusuri penggunaannya. Dalam pengertian sehari-hari dibeli atau dipergunakan oleh siapa saja, dengan catatan ada sebagian barang dan jasa yang dianggap dibeli oleh produsennya sendiri.
Dari sudut pandang pembeli atau yang menggunakan, nilai barang dan jasa yang dibayarnya adalah pengeluaran. Dalam hal ini, PDB dilihat sebagai pengeluaran total atas output perekonomian. Rincian atau komponennya disebut BPS sebagai PDB menurut Pengeluaran.
BPS saat ini mengklasifikasi rinciannya menjadi tujuh komponen. Porsinya dalam PDB atas dasar harga berlaku tahun 2021 adalah sebagai berikut; Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (54,42%), Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-profit yang melayani Rumah Tangga (1,22%), Pengeluaran Konsumsi pemerintah (9,14%), Pembentukan Modal Tetap Bruto (30,81%), Perubahan Inventori (0,65%), Ekspor Barang dan Jasa (21,56%), dikurangi Impor Barang dan Jasa (18,86%).
BPS menghitung PDB menurut penggunaan atau pengeluaran ini dengan cara yang berbeda dari yang menurut lapangan usaha. Total nilainya tidak persis sama, atau terdapat selisih perhitungan. Oleh karena BPS masih lebih mengandalkan perhitungan menurut lapangan usaha, maka selisih itu disebut diskrepansi statistik dalam penyajian PDB menurut pengeluaran.
Diskrepansi statistik yang bersifat item lain-lain, yang tidak bisa digolongkan kepada kategori yang tersedia, nilainya sangat fluktuatif. Pada tahun 2021 tercatat kelebihan sebesar Rp178,3 triliun. Sebelumnya pada tahun 2020 tercatat kelebihan Rp373 triliun., dan pada tahun 2019 tercatat kekurangan Rp11,7 triliun.
Meski masih terbesar, Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga mengalami penurunan porsi. Porsinya pada tahun 2021 sebesar 54,42% lebih kecil dibanding tahun 2020 yang sebesar 57,65%. Juga lebih kecil dari tahun 2019 atau sebelum pandemi yang sebesar 56,63%. Bahkan, merupakan porsi yang terendah sejak tahun 2012.
Secara nilai atas dasar harga berlaku, pengeluaran konsumsi rumah tangga masih mengalami peningkatan. Nilainya pada tahun 2021 mencapai Rp9.236,0 triliun. Sedangkan pada tahun 2020 sebesar Rp8.899,9 triliun, dan pada tahun 2019 sebesar Rp8.965,8 triliun.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga atas dasar harga konstan atau yang telah memperhitungkan kenaikan harga pada tahun 2021 sebesar Rp5.896,7 triliun. Tumbuh 2,02% dibandingkan tahun 2020 yang sebesar Rp5.780,2 triliun.
Akan tetapi, nilai pengeluaran konsumsi rumah tangga atas dasar harga konstan tahun 2021 masih lebih rendah dibandingkan tahun 2019 yang sebesar Rp5.936,4 triliun. Dengan demikian, secara riil belum kembali pada tingkat konsumsi tahun 2019.