Scroll untuk baca artikel
Blog

Korupsi, Kemiskinan  dan Amil Zakat

Redaksi
×

Korupsi, Kemiskinan  dan Amil Zakat

Sebarkan artikel ini

Mereka terdiri dari pejabat pemerintah,eksekutif, legislatif dan oknum lainnya yang terlibat korupsi.  Dari jumlah itu tercatat sebanyak 23 orang adalah Gubernur.  Sejumlah 44 orang tercatat sebagai Bupati dan Walikota.   

Sisanya adalah dari berbagai unsur termasuk menteri, legislatif, penegak hukum, akademisi  dan pengusaha.  Itu artinya bahwa korupsi di Indonesia tidak hanya terjadi di kota – kota besar tetapi juga terjadi di tingkat daerah, kabupaten hingga pelosok desa.  Mirisnya, korupsi itu dilakukan secara sistematis oleh pejabat atau pegawai pemerintah.

Lalu bagaimanakah sebenarnya sistem kerja korupsi sehingga dapat menyebabkan kemiskinan?  Korupsi memiliki konsekuensi langsung terhadap sejumlah faktor tata kelola pemerintahan dan perekonomian, yang pada akhirnya melahirkan kemiskinan.

Artinya meningkatnya korupsi secara langsung akan mengurangi investasi perekonomian, menciptakan distorsi pasar, merusak kompetisi, serta menimbulkan inefisiensi yang diindikasikan dengan meningkatnya biaya dalam kegiatan usaha, serta meningkatkan ketidakadilan dalam hal pendapatan, sehingga akan meningkatkan kemiskinan di suatu wilayah. 

Menurut World Bank (2000), Korupsi merupakan salah satu hambatan terbesar dalam pertumbuhan ekonomi, karena korupsi mendistorsi hukum dan melemahkan pondasi institusi yang menyokong pertumbuhan ekonomi.

Dalam model pemerintahan menjelaskan bahwa korupsi mengikis kapasitas lembaga pemerintah untuk memberikan layanan publik yang berkualitas, mengalihkan investasi publik jauh dari kebutuhan publik utama dalam proyek-proyek modal (dimana suap dapat terjadi), menurunkan kepatuhan terhadap peraturan keselamatan dan kesehatan, dan meningkatkan tekanan anggaran pada pemerintah. 

Selanjutnya korupsi dapat menyebabkan berkurangnya belanja publik pada anggaran pemerintah.  Kerawanan lain dari akibat korupsi adalah melebarnya kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat.

Kesenjangan yang semakin melebar tentu saja akan mengganggu tertib sosial.  Berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), kerugian negara akibat kasus korupsi mencapai Rp62,93 triliun pada 2021. Nilai kerugian negara tersebut pun naik 10,91% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar Rp56,74 triliun.  Faktanya bisa saja lebih besar daripada jumlah tersebut.

Lalu apa hubungannya korupsi dengan amil zakat?  Secara sederhana amil zakat adalah sebuah lembaga yang memiliki legitimasi agama dalam mengurusi orang miskin.  Amil zakat memiliki peran memungut zakat dari para muzaki (orang kaya)dan selanjutnya mendistribusikan zakat tersebut kepada orang miskin. 

Pendistribusian zakat ini dimaksudkan agar orang miskin dapat hidup secara layak.  Pendistribusian zakat dapat bersifat konsumtif ataupun produktif tergantung pada situasi kemiskinan dan potensi yang dimiliki oleh si miskin itu sendiri.  Tetapi jika korupsi dan kebijakan negara justru memproduksi kemiskinan dan memiskinkan rakyatnya maka di sinilah letak relevansinya. 

Jika ditemukan kenyataan bahwa korupsi dan kebijakan negara justru memproduksi kemiskinan maka secara otomatis peran amil zakat harus bertransformasi tidak hanya sekedar memungut dan mendistribusikan zakat tetapi juga harus mampu melakukan advokasi kebijakan. 

Fungsi advokasi kebijakan ini adalah ikut secara aktif dalam mengkaji, merumuskan, menyusun, mengevaluasi dan memantau kebijakan publik agar tidak menyebabkan kemiskinan dan pemiskinan Rakyat.  Jadi peran advokasi kebijakan yang dilakukan oleh amil zakat haruslah mampu mengeliminir berbagai kebijakan yang berdampak pada pemiskinan rakyat.