Sedangkan grand corruption atau korupsi kelas kakap selalu merujuk pada praktek korupsi yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang yang memiliki akses kepada kekuasaan terhadap sumber-sumber daya ekonomi negara.
Motifnya pun bukan karena ingin memperbaiki taraf hidupnya, melainkan jauh lebih tinggi, yakni bagaimana mempertahankan kekuasaan dan membuat sebuah kebijakan yang hanya berpihak dan menguntungkan diri atau kelompoknya saja.
Korupsi jenis ini selain mengambil uang negara secara langsung, mereka juga meproduksi berbagai macam kebijakan publik untuk memperkaya diri sendiri termasuk kelompoknya. Kebijakan yang disusun termasuk melindungi dan mengamankan kekuasaannya agar tidak dirong-rong.
Kebijakan yang demikian itu pastilah akan menghambat kebebasan masyarakat untuk mengakses sumber-sumber penghidupan. Bahkan pada skala tertentu kebijakan tersebut dapat mengambil harta benda yang telah dimiliki oleh rakyatnya sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung. Selama tahun 2022 tidak kurang dari 1400 orang telah berhasil dicokok oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mereka terdiri dari pejabat pemerintah,eksekutif, legislatif dan oknum lainnya yang terlibat korupsi. Dari jumlah itu tercatat sebanyak 23 orang adalah Gubernur. Sejumlah 44 orang tercatat sebagai Bupati dan Walikota.
Sisanya adalah dari berbagai unsur termasuk menteri, legislatif, penegak hukum, akademisi dan pengusaha. Itu artinya bahwa korupsi di Indonesia tidak hanya terjadi di kota – kota besar tetapi juga terjadi di tingkat daerah, kabupaten hingga pelosok desa. Mirisnya, korupsi itu dilakukan secara sistematis oleh pejabat atau pegawai pemerintah.
Lalu bagaimanakah sebenarnya sistem kerja korupsi sehingga dapat menyebabkan kemiskinan? Korupsi memiliki konsekuensi langsung terhadap sejumlah faktor tata kelola pemerintahan dan perekonomian, yang pada akhirnya melahirkan kemiskinan.
Artinya meningkatnya korupsi secara langsung akan mengurangi investasi perekonomian, menciptakan distorsi pasar, merusak kompetisi, serta menimbulkan inefisiensi yang diindikasikan dengan meningkatnya biaya dalam kegiatan usaha, serta meningkatkan ketidakadilan dalam hal pendapatan, sehingga akan meningkatkan kemiskinan di suatu wilayah.
Menurut World Bank (2000), Korupsi merupakan salah satu hambatan terbesar dalam pertumbuhan ekonomi, karena korupsi mendistorsi hukum dan melemahkan pondasi institusi yang menyokong pertumbuhan ekonomi.