Bonus Demografi
Dalam kesempatan yang sama Wakil Rektor Universitas Paramadina, Dr. Handi Risza menyatakan bahwa terjadi pergeseran resiko dari Covid menjadi perang pada Rusia dan Ukraina. “Awalnya dipicu kondisi inflasi yang membuat berbagai negara kesulitan, Rusia memasok 40% sumber energi ke Eropa.
Lonjakan inflasi terjadi dilanjutkan dengan krisis energi dan pangan yang disebabkan oleh konflik Rusia dan Ukraina. Salah satunya cara mengantisipasi adalah menaikkan suku bunga, sebagai upaya menyelamatkan ekonomi.” Ungkapnya.
Akan ada momentum besar Indonesia pada 2045, yaitu 100 tahun kemerdekaan RI. 20-23 tahun lagi untuk mahasiswa S1 akan berusia 45 tahun akan menjadi aktor utama pada tahun 2045 ini.
“Apa yang terjadi di tahun 2045 ini, kelas menengah akan tumbuh subur, termasuk Indonesia. Selain itu penggunaan teknologi juga akan semakin maju, perubahan iklim, perubahan geopolitik, lembaga internasional akan dikuasai oleh negara -negara margin market seperti Indonesia saat ini, urbanisasi banyak orang yang akan migrasi ke negara-negara Asia, karena memiliki potensi untuk memajukan Dunia. Motor terkuat di Asia selain di China juga ada di Indonesia, itu yang perlu kita lihat sebagai nilai positif kita saat ini,” papar Handi.
Saat ini bangsa kita sedang mengalami apa yang disebut dengan bonus demografi. Hal ini adalah anugerah untuk bangsa kita, seperti dulu Jepang Ketika awal awal tahun 45 itu luluh lantak, tetapi dengan restorasi Meiji mereka mampu bangkit dan menjadi negara dengan ekonomi dan penguasaan teknologi terbaik sampai saat ini.
Korea juga seperti itu, tahun 60-an masih miskin bahkan lebih miskin daripada kita, tetapi karena kemampuan sumber daya yang mereka miliki, mereka menguasai teknologi terbaik saat ini.
Menurut Handi, jika kita lihat ini merupakan golden moment sampai 2030, karena pada periode tersebut jumlah usia produktif paling besar pada periode tersebut. Saat ini 80% populasi kita berada pada usia produktif.
Artinya jika dikelola dengan baik, mereka memiliki pekerjaan yang baik, inilah momen pertumbuhan kita, sehingga diharapkan 2045 kita sudah sejahtera, karena sedang ada pada usia yang aktif. Kalau kesadaran kolektif ini dibangun maka kita akan menjadi champion pada tahun 2045 tadi,” tambah Handi.
Namun menurut Handi, bonus demografi ini juga dapat jadi bencana, jika lapangan pekerjaan sedikit, maka anak muda ini akan banyak yang menganggur karena tidak memiliki pekerjaan.
Sehingga ini akan menjadi beban negara, karena negara harus bayar subsidi untuk teman-teman semua, subsidi energi, subsidi listrik dan menanggung beban usia produktif akan lebih berat dengan menanggung beban usia tidak produktif. Hal ini akan berakhir pada tahun 2030 karena usia produktif ini akan semakin menua.
Tahun 2004 APBN Indonesia masih 500-600 Triliun tapi hari ini naik sekitar 6 kali lipat. Pembelanjaan negara saat ini 3000 T. Artinya ekonomi ini tumbuh berkembang, didukung oleh pendapatan negara dari pajak hampir 2000T dan juga belanja negara juga cukup besar, berarti pemerintah punya budget untuk menggerakkan perekonomian kita ini.
Kalau dikelola secara baik tidak ada alasan kita menjadi miskin, karena kita sudah memiliki modal 3000T. Maka itu kita menjadi anggota G20, negara yang memiliki perekonomian terbesar di dunia, ini adalah satu modal yang membuat kita harus optimis untuk menjadi lebih baik kedepannya.
Jika semua dapat dikelola dengan baik, kita harapkan pada tahun 2045 Indonesia bisa menjadi salah satu kekuatan besar perekonomian dunia, tentu saja dengan melakukan mitigasi-mitigasi yang sedang terjadi, harus mampu menjaga daya beli masyarakat dan juga peningkatan ekspor dan impor.
“Ada tiga hal yang perlu teman-teman kuasai yang pertama adalah hardskill yang telah didapatkan dibantu kuliah, yang kedua ada softskill yang saya yakin teman-teman juga sudah miliki bagaimana cara bernegosiasi, diplomasi. Yang terakhir adalah life skill yang perlu kita implementasikan, yang dapat kita temukan di Paramadina seperti Keindonesiaan, Kemodernan, dan keislaman sehingga kita memiliki idealisme dan karakter,” pungkas Handi. [Luk]