BARISAN.CO – Pandemi Covid-19 menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengubah pola hidup masyarakat. Kini masyarakat banyak melakukan kegiatan dari rumah, dari bekerja, kuliah, bertransaksi jual beli, dan sebagainya.
Perubahan pola hidup ini turut menggeser perubahan jenis sampah yang dihasilkan masyarakat Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI) mencatat terdapat kenaikan kegiatan belanja daring selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahun 2020. Dari 1-5 kali sebulan menjadi 1-10 kali sebulan, dengan tingkat pemakaian plastiknya mencapai 96 persen. Sementara itu, limbah medis pun mengalami peningkatan sekitar 30-50 persen dari masa pandemi.
Peningkatan jumlah sampah jenis baru ini tentu saja menambah panjang daftar permasalahan sampah di Indonesia. Pasalnya, Indonesia memegang rekor sebagai penyumbang sampah plastik di laut nomor dua terbesar di dunia setelah Tiongkok. Indonesia juga menjadi negara penyumbang sampah makanan nomor dua terbesar di dunia setelah Arab Saudi.
Setiap tahun, sekitar 70 persen sampah plastik atau sekitar 4,8 juta ton diperkirakan tidak terkelola di Indonesia. Angka-angka ini mengancam tercapainya target Indonesia untuk bebas sampah pada 2025.
Permasalahan sampah sebenarnya telah menjadi perhatian pemerintah. Menurut Direktur Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Diana Kusumastuti, pengelolaan sampah merupakan salah satu urusan wajib pemerintah daerah terkait dengan pelayanan dasar berdasarkan UU No.23 tahun 2014.
Bahkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 26 tahun 2021, terdapat sinergi dukungan pendanaan APBN dan APBD bagi pengelolaan sampah di daerah.
“Meski demikian, pemerintah daerah tentunya tidak mungkin berjalan sendiri, perlu berkolaborasi aktif dengan semua pihak agar pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan baik. Mulai dari pemerintah pusat, dunia industri, sampai masyarakat,” ujar Diana pada Jambore Indonesia Bersih dan Bebas Sampah (JIBBS) 2021 yang digelar Greeneration Foundation secara virtual, Selasa (21/09/2021).