Scroll untuk baca artikel
Blog

Lelaki di Dalam Kendil – Cerpen Noerjoso

Redaksi
×

Lelaki di Dalam Kendil – Cerpen Noerjoso

Sebarkan artikel ini

Segera saja ditumpahkannya air kendi tersebut ke mulutnya.  Sedetik kemudian wajah brewokan itu sudah terlihat tenang.  Mungkin sudah tak lagi kepedasan.

“Bukannya Pak Mandor tadi pesan yang super pedas,” jawab Yu Paijem sambil memberikan segelas teh panas kepada mandor Jupri.

Lali aku!” jawab Mandor jupri seperti baru sadar.

“Pak Mandor kok tahu kalau lelaki dari kota itu marah?” tanya Kandar dan parmin seperti berbarengan.

“Ya jelas tahu sekali lah!” jawab Mandor Jupri entheng sembari mensruput teh panasnya.

“Wajah lelaki dari kota itu segera berubah menjadi merah padam menahan sesuatu,” sambung Mandor jupri lagi.

“Terus?” tanya Yu Paijem tak sabar.  Kini giliran Yu Paijem yang dibuat penasaran.  Mungkin bagi Yu Paijem, cerita Mandor Jupri ini dapat diibaratkan sebagai sinetron yang setiap episodenya membawa kejutan.

“Sebelum pulang, lelaki itu berpesan kepadaku agar tidak mengatakan tentang kedatangannya tersebut,”

“Wah pasti amplop tutup mulutnya tebal banget Pak!” ledek Paijo sambil terkekeh-kekeh disusul oleh Dulkamdi, Parmin dan Kandar.

“Boro-boro dapat amplop, aku malah diancam kalau berani membocorkan rahasia ini katanya aku akan didor!” jawab Mandor Jupri dengan mimik wajah yang sangat serius.

“Menurut pak Mandor, kira-kira lelaki dari kota itu orangnya siapa?” tanya Paijo semakin tambah penasaran saja.

“Siapa lagi kalau bukan orangnya Pak itu,” jawab Mandor Jupri sambil menunjuk sebuah foto yang ada di dinding warung.

“Huss!  Hati-hati lho Pak!  Jangan sembarangan menuduh!  Nanti kena cidhuk sampeyan,” sahut Paijo sambil menepuk pundak Mandor jupri.

“Sama pembohong saja kok takut!” timpal Mandor Jupri tak kalah sengitnya. 

“Gara-gara lelaki itu juga, kebun kopiku dilumat oleh jalan tol!” sambung Mandor Jupri sekali lagi sambil telunjuknya mengarah pada sebuah foto yang tertempel di dinding warung Yu Paijem. 

Dari nadanya berbicara lelaki brewokan itu terdengar sangat marah sekali.  Bertahun-tahun Mandor Jupri mengajak warga desa untuk menyulap lahannya yang tidak produktif menjadi kebun kopi.  Dan ketika sekarang hendak menikmati jerih payahnya justru kebun-kebun kopi itu malah dilahap oleh jalan tol.  Dan sebagai rakyat kecil mereka hanya bisa pasrah saja.

“Kalau presiden tahundepan masih orangnya orang itu, Saya dan para petani akan melawannya!” cerocosnya lagi semakin tak terkendali.  Bagi warga kampung pinggir kali, kepedulian Mandor jupri memang tak diragukan lagi. 

Berkat jerih payahnyalah warga kampung dapat mencicipi kesejahteraan dari hasil kebun kopi mereka.  Sedetik kemudian suasana warungpun mendadak senyap.  Masing-masing larut dalam pikirannya sendiri-sendiri.  Namun ketika kesenyapan itu mulai hendak membeku tiba-tiba saja datanglah Mat Klowor mengagetkan kesenyapan mereka.