BARISAN.CO – Lembaga Sastra Rakyat (Lestra) memperingati ulang tahunnya ke-12, di Kedai Kopi Balai Kesenian Remaja (BKR) Kab. Kendal. Perayaan dilaksanakan dengan acara bedah buku kumpulan puisi berjudul Baru 81 karya Toto Muryanto.
Tampak tidak ada yang menarik di gelaran hajatan Lestra yang di komandani penyair Kelana Siwi Kristiyaningtyas. Akan tetapi jika mampu memaknai akan menemukan khidmat acara, sebab acara dilaksanakan bertepatan dengan malam peringatan hari kemerdekaan ke77 Republik Indonesia.
Kelana, nama panggilannya. Penyair adalah pekerjaan yang sudah melekat pada dirinya, selain berwirausaha membuka kedai kopi. Kini pemuda yang kemana-mana mengenakan seragam berwarna merah, merambah politik praktis. Meski demikian ada tanda yang melekat pada dirinya yakni sastra dan pergerakan.
Langkah pasti, pemuda kurus tersebut membacakan satu puisi karya Toto Muryanto membuka acara bertema “Sastra dan Politik.” Meski tidak tampak dalam backdrop tulisan tema tersebut, yang ada “Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya.”
Kelana mengatakan malam ini sungguh malam yang luar biasa, karena kehadiran penyair dari Jakarta.
“Jika orang-orang pada sibuk menggelar hajatan tirakatan memperingati hari kemerdekaan, malam ini kami juga memperingati hari kemerdekaan yakni ulang tahun Lestra ke-12,” sambungnya, Selasa (16/8/2022) malam.
Aris Wijyanto melangkahkan kaki ke arena acara, ia memimpin Tirakatan Kebun Sastra Lestra, Ngobrol Merdeka soal Sastra dan Politiknya Bung Penyair Toto Muryanto. Lalu ia memanggil para pembicara yakni Eko Tunas, Jo Priastana, Muchlisin dan penulis buku Toto Muryanto.
Sebelum acara dibuka dengan pembacaan puisi dari Sofyan, Aris Wijayanto dan musikalisasi puisi oleh Akar Jerami.
Toto Muryanto mengatakan buku kumpulan puisi Baru 81 terbit atas dorongan kawan-kawan aktivis yang sejak lama menentang rezim orde baru dan inkarnasinya yang masih berpengaruh hingga hari ini.
“Bahwa seni dan ilmu sumbernya adalah rakyat, maka seni harus diabadikan kepada rakyat. Mengabdi kepada rakyat tidak bisa tidak harus menyuarakan hati dan pikiran rakyat,” ujarnya.
Menurut Toto, pembelaan terhadap rakyat harus terus diperjuangkan. Mari menyuarakan hati dan pikiran rakyat untuk lepas dari kemiskinan dan penindasan dari sistem kapitalis.
Penyair kelahiran Gombong, 23 Desember 1939 senantiasa menyuarakan hak-hak rakyat. Di hari tuanya ia tetap membela kaum-kaum tertindas baik dengan puisi melalui media Facebook.
Toto Muryanto sosok penyair yang aktif menulis, ia tercatat pernah menjadi redaktur kebudayaan di “Indonesia Muda” Bintang Timur. Pada tahun 1962-1965, ia adalah anggota redaksi majalah tani Pembangun Desa dan Suara Tani.
Pada tahun 1977-1985 menjadi pemimpin redaksi Hikmah Tridharma, selain itu ia juga tercatat menjadi pemimpin majalah pendidikan Karisda dan pernah menjadi guru pada tahun 1975-2009 mengampu mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA Swasta.
Bukan Kitab Sejarah
Budayawan Eko Tunas mengawali pembahasan, namun sebelumnya ia mengkomplain acara ini. Menurutnya ada 3 kesalahan dalam acara yang diselenggarakan Lestra; Pertama, soal lampu sorot. Lampu sorot ini biasa digunakan untuk taman yang menyorot patung.
“Dimatikan tidak bisa, apakah biar kita membatu seperti patung,” ucap Eko.
Kedua, acara sudah dirancang sudah satu tahun yang lalu. Namun hal ini konfirmasi Kelana Siwi bahwa acara tersebut untuk acara lain
“Ketiga, ini acara dasyat dengan mendatangkan penyair dari Jakarta, Toto Muryanto. Namun publikasinya kurang, sehingga seperti tidak tampak. Meski demikian tetap terhibur, ada pembacaan puisi dari penyair kota-kota kecil,” tutur Eko Tunas.