Apa lacur, Alex bilang lukisan karya Raden Saleh itu palsu. “Bukan Raden Saleh yang kau perkirakan,” ujar Alex, “meski secara hukum ini tidak tergolong pemalsuan lukisan.” Santi terperangah, “bagaimana jelasnya?”
Alex pun menjelaskan, “tandatangannya memang R Saleh, serupa tandatangan Raden Saleh.” Santi belum juga mudeng atas penjelasan itu, “saya masih belum mengerti,” tukasnya. Lalu Alex menyatakan kebenaran yang ia ketahui, “lukisan Raja Jawa ini karya seorang pelukis yang memang bernama sama, R Saleh.”
Santi terhenyak, dan naluri pemburunya mulai menegasi. Ia memburu pelukis bernama kwas R Saleh itu di Jakarta. Penasaran Sanu bertanya, “ketemu?” dan Santi mengangguk dengan pandangan bagai menerawang jauh.
SAMPAI di satu hotel pinggiran kota, Santi memesan makanan dan minuman. “Kita makan dulu,” cetusnya sambil berkata, “ada cerita yang butuh enerji untuk mengungkapnya. Mereka kembali ngobrol ngalor-ngidul sembari bersantap, dan kali ini Sanu merasa ada emosi batin tersendiri dari nada bicara Santi.
Sampai kemudian Santi membuka amplop besar lukisan legendaris yang mau dibeli Sanu. Satu lukisan ‘Wanita dan Matahari’. Sanu terpana melihat lukisan itu, yang ternyata lukisan wanita telanjang sedang meraih matahari, dan model lukisan itu tak lain dan tak bukan adalah Santi.
Lebih terpana lagi saat Santi menunjuk tandatangan si pelukis: R Saleh. Terduduk Santi di tepi pembaringan dengan wajah ngungun, “dia melukis saya di kamar hotel ini sepuluh tahun lalu,” desah Santi. “Sampai kemudian Bang Saleh meninggal dunia karena serangan jantung,” tambah Santi dengan nada sendu.
Kemudian Santi mengangguk, membalas tatapan penuh tandatanya Sanu. “Dari Bang Saleh saya melahirkan dua anak, justru dari perkawinan yang dimulai dengan konflik, berisi penuh konflik, dan berakhir pada konflik.”
Tapi menempelak Santi, saat Sanu menukas, “dan kau mau memulai konflik dengan saya?” Santi menggeleng, “saya justru ingin mengakhiri hidup saya yang penuh konflik,” sendetnya, “terimalah lukisan itu, dan bawalah kembali uangmu itu.”
Sesaat Santi mencoba tersenyum dalam sendu, saat Sanu menyanggah, “kenapa harus saya?” Ada desir yang berubah menjadi detak di dada, saat tatap mata Sanu menatap tajam tatapannya. “Kita memang beda usia,” decah Santi, “tapi saya merasa, konflik dalam hidup saya telah berakhir sejak kita bertemu di dunia maya.”
Sesaat kemudian ia merebah saat Sanu menegasi, “dunia ini memang Maya, Santi.” Dalam tatapandang penuh arti Santi berusaha memberi senyum sejujur senyum, “tapi aku merasa dunia kita nyata.” Tatapan Sanu semakin tajam dalam kepastian pertanyaan, “maksudmu?” Lalu Santi pun berbisik penuh keibuan, “bukankah kenyataan bahwa kau seorang oidipus compleks?”***