Scroll untuk baca artikel
Pojok Bahasa & Filsafat

Makna Santri dan Pengkajian Kitab Islam Klasik

Redaksi
×

Makna Santri dan Pengkajian Kitab Islam Klasik

Sebarkan artikel ini

Santri menurut bahasa dari bahasa Sanskerta yakni dari kata shastri atau cantrik yang berarti orang yang mengetahui isi kitab suci.

BARISAN.CO – Makna santri sangat penting dan mendalam yang merupakan elemen penting dalam pondok pesantren, terlebih lagi pendidikan Islam di Indonesia. Lantas apakah Anda memahami arti santi, berikut ini Barisanco akan sedikit mengulas perihal elemen penting pendidikan tersebut.

Arti santri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) santri adalah orang yang mendalami agama Islam. Santri menurut bahasa dari bahasa Sanskerta yakni dari kata shastri atau cantrik yang berarti orang yang mengetahui isi kitab suci.

Sedangkan secara umum arti santri adalah sebutan bagi seseorang yang belajar ilmu-ilmu agama Islam terutama yang ada di Pondok Pesantren. Santri biasanya mereka yang menetap di pondok pesantren.

Santri yang merupakan unsur pokok di Pondok Pesantren tidak hanya yang menetap akan tetapi juga yang tidak menetap. Menurut kelompoknya santri dibagi menjadi dua yakni pertama, santri mukim adalah santri yang berasal dari daerah dan menetap di dalam pondok pesantren.

Kedua, santri kalong adalah para santri yang berasal dari daerah-daerah sekitar pondok pesantren dan biasanya mereka tidak menetap. Para santri kalong ini mereka pulang ke rumah masing-masing, hanya menginkuti kegiatan kajian di pondok pesantren.

Kitab Kuning atau Kitab Islam Klasik

Di Pondok Pesantren para santri mengenal namanya kitab kuning, dinamakan kitab kuning karena kitab ini memiliki kertas berwarna kekuningan. Berbeda dengan buku yang cenderung menggunakan warna putih atau kertas jenis book paper.

Kitab-kitab Islam klasik di Pondok Pesantren ini dikenal dengan kitab kuning. Kitab klasik merupakan kitab karangan para ulama terdahulu dengan berbagai macam bidang ilmu pengetahuan. Mulai dari grametika bahasa arab, ilmu astronomi, fiqh, syariah, tasawuf hingga kedokteran.

Pada masa lalu, pengajaran kitab Islam klasik, terutama karangan ulama menganut faham Syafi’iyah merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan. Tujuan dari pengajaran ini untuk mendidik santri menjadi calon ulama.

Santri yang bercita-cita menjadi ulama, mengembangkan keahliannya dalam bahasa Arab, melalui sistem sorogan, sebelum mereka pergi ke pesantren untuk mengikuti sistem bandongan.

Kebanyakan sarjana keliru menyamakan lembaga pesantren sebagai sekolah belajar membaca Al-Qur’an. Dalam struktur pendidikan Islam tradisional di Jawa, pengajaran pembacaan Al-Qur’an diberikan dalam pengajian dan merupakan  dasar dari pendidikan awal.

Namun pengajaran ini bukan tujuan utama sistem pendidikan pesantren. Kebanyakan pesantren sekarang ini secara formal menentukan syarat bahwa para calon santri harus sudah menguasai pembacaan Al-Qur’an.

Perkembangannya Pesanten mulai memasukan pengajaran ilmu pengetahuan umum. Tujuan memasukan pengetahuan umum, bahwa di Pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam tapi juga ilmu umum.

Sehingga dipesantren tidak ada dikotomi atau pembedaan, antara ilmu akhirat maupun ilmu dunia.

Keseluruhan kitab  klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan ke dalam delapan kelompok :

  1. Nahwu (syntax) dan Shorof (morfologi),
  2. Fiqih,
  3. Ushul fiqh
  4. Hadis
  5. Tafsir
  6. Tauhid
  7. Tasawuf
  8. Cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghoh.

Kitab tersebut meliputi teks pendek sampai teks yang terdiri dari berjilid-jilid tebal. Kitan tersebut mulai hadis, tafsir, fiqh, ushul fiqh dan tasawuf. 

Kesemuanya ini dapat digolongkan pula ke dalam tiga kelompok yaitu : 1. Kitab-kitab dasar, 2. Ringkat menengah, 3. Kitab-kitab besar.

Demikianlah makna santri dan kitab kuning yang menjadi unsur pendidikan Islam terutama di pondok pesantren.