Mungkin saja itu bisa dimaklumi dan dibenarkan, karena politik itu juga berarti peluang dan kesepakatan. Rakyat hanya bisa menunggu akhir skenario sikap politik PDIP yang sesungguhnya.
Modifikasi Disfungsi
Sayangnya, ikhtiar aktifis yang dinilai lincah dan gesit bermanuver memainkan entitas politik sebagian besar eksponen 98 ini, tak cukup berwibawa dan bermakna mengatrol politik bunglon Jokowi. Narasi tendensius Adian yang justru mengarah pada kelompok kepentingan yang ada dalam lingkungan kekuasaan maupun yang memiliki agenda ingin merebut kekuasaan.
Tak mampu menyelamatkan muka presiden yang telah hilang dan sebelumnya sering ditampar berkali-berkali. Betapapun sejak awal, Jokowi mengatakan tak kepikiran dan tak ada niat menjadi presiden untuk periode ketiga. Meskipun telah berkepanjangan dan menuai respon keras dari rakyat, Jokowi memberikan statemen agar semua menteri menghentikan wacana penundaan pemilu.
Rakyat belum lupa dan tak akan pernah lupa, saat dalam kampanye pilpres 2014 dan 2019, Jokowi menghembuskan topan angin surga. Propaganda mengadakan mobil Esemka, membuka jutaan lapangan kerja, membatasi utang negara, menolak impor, menciptakan kesejahteraan buruh tani nelayan, kartu sehat, kartu cerdas, kartu sejahtera, dan se-gunung janji yang terlontar tanpa beban dan dosa. Semuanya alhamdulillah tak ada yang terealisasi, lain janjinya lain pula kenyataannya. Tanpa malu dan harga diri, malah bangga seolah-olah penuh prestasi.
Jokowi sebagai presiden sudah dianggap sebagai pemimpin yang terbiasa melanggar janji. Mulai dari janji kampanye hingga janji upaya-upaya kongkrit mengatasi pandemi, krisis dan kompleksitas permasalahan bangsa.
Selain tak terbukti menunaikan janji, Jokowi oleh mahasiswa, buruh tani nelayan, akademisi dan dunia usaha berbasis ekonomi kerakyatan serta hampir seluruh rakyat Indonesia, dijuluki “King Of Lip Service”. Ambisi dan orientasi kepentingan politiknya tak bisa lagi ditutupi kamuflase dan manipulasi.
Ditambah lagi tabiat Jokowi yang sering menggunakan tangan dan meminjam mulut orang lain, sering menjadikannya ahli membuat tameng dalam melindungi citra dan kepentingan politik tersembunyi. Apapun wacana dan kebijakan yang dianggap kontroversi dan mengancam eksistensi kekuasaan baik dalam tatanan usulan maupun yang sudah menjadi regulasi.
Selalu saja ada upaya mencari kambing hitam dan para pencuci piring kotor. Jokowi harus sesuai dengan identifikasi dan klasifikasi sebagai orang bersih meskipun dipenuhi kotoran dan dibentuk dari pencitraan semu. Tak bisa dicegah, Jokowi akhirnya dikenal publik lihai dan piawai menjadikan setiap orang atau kelompok tertentu menjadi korban ambisi kepentingan politiknya.